JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, tidak ada sinkronisasi terhadap sanksi pidana di setiap klaster dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ia mengatakan, mestinya ketika 79 UU disatukan dalam UU Cipta Kerja, sanksi pidana di setiap klaster untuk kasus yang sama harus diseragamkan.
"Masing-masing UU sektoral itu (dalam UU Cipta Kerja) mempunyai ancaman pidana tersendiri. Seharusnya, ketika ini dijadikan dalam satu UU, maka terhadap dampak yang sama, ancaman pidananya pun harus sama," kata Eddy, sapaan Edward, dalam diskusi virtual bertajuk 'Anotasi Hukum UU Cipta Kerja, Pemaparan Kertas Kebijakan FH UGM atas UU Cipta Kerja, Jumat (6/11/2020).
Baca juga: Perbaikan Salah Ketik UU Cipta Kerja, Pakar Hukum: Sebaiknya Terbitkan Perppu
Eddy mengatakan, tidak adanya sinkronisasi terhadap sanksi pidana ini akan mengakibatkan munculnya disparitas pidana dan ketidakadilan dalam penegakan hukum.
"Apa akibatnya, pasti sekali lagi saya katakan, pasti terjadi disparitas pidana, dan ini adalah ketidakadilan dalam suatu penegakan hukum," ujarnya.
Eddy mencontohkan, sanksi pidana dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam UU Cipta Kerja disebutkan bahwa jika mengakibat kematian akan terancam pidana maksimum 1 tahun penjara.
Sementara itu, sanksi pidana dalam bidang perikanan dalam UU Cipta Kerja disebutkan bila mengakibatkan kematian akan terancam pidana maksimum 6 tahun penjara.
"Jadi sama-sama akibat mati, dalam konteks lingkungan hidup maksimal 1 tahun penjara, dalam konteks UU Perikanan 6 tahun penjara. Ini tidak sinkron," ucapnya.
"Jadi seharusnya terhadap akibat yang sama, sanksi pidananya harusnya juga sama," sambungnya.
Baca juga: Walhi Nilai UU Cipta Kerja Kebiri Hak Atas Informasi
Berdasarkan hal tersebut, Eddy mengatakan, sanksi pidana dalam UU Cipta Kerja bisa diperbaiki untuk disinkronkan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau legislative review.
"Kalau dilakukan pengujian di dalam MK bahwa pasal-pasal itu menimbulkan disparitas pidana yang berujung pada ketidakadilan, maka semua pasal-pasal ancaman pidana itu sangat mungkin untuk dibatalkan," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.