JAKARTA, KOMPAS.com - Kesalahan rumusan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tengah menjadi sorotan masyarakat. Sejumlah pakar hukum menyebut kesalahan rumusan atau pengetikan pada UU Cipta Kerja tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Kesalahan rumusan itu misalnya terjadi pada Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.
Pasal 6 mengatur, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a meliputi (a) penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; (b) penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; (c) penyederhanaan perizinan berusaha sektor; dan (d) penyederhanaan persyaratan investasi.
Namun, rujukan ke Pasal 5 ayat (1) tidak jelas karena dalam UU Cipta Kerja Pasal 5 tidak memiliki ayat. Pasal 5 hanya menyebutkan, ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Baca juga: MK Berpotensi Batalkan UU Cipta Kerja, Yusril Minta Pemerintah-DPR Hati-hati Hadapi Uji Materi
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, kesalahan pengetikan tersebut tidak membawa pengaruh pada norma yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Oleh karena itu, menurut Yusril, pemerintah dan DPR dapat melakukan rapat guna memperbaiki kesalahan pengetikan tersebut.
"Presiden (bisa diwakili Menko Polhukam, Menkumham, atau Mensesneg) dan Pimpinan DPR dapat mengadakan rapat memperbaiki salah ketik seperti itu," ujar Yusril.
Yusril mengatakan, setelah naskah UU Cipta Kerja diperbaiki, pemerintah harus mengumumkan kembali dalam Lembaran Negara untuk dijadikan rujukan resmi.
"Presiden tidak perlu menandatangani ulang naskah undang-undang yang sudah diperbaiki salah ketiknya itu," ucap Yusril.
Executive, legislative dan judicial review
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari juga mengungkap beberapa cara yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kesalahan rumusan.
Salah satunya dengan executive review, artinya presiden harus menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang mengoreksi pasal bermasalah.
"Kalau perppu yang berupaya mengoreksi pasal yang salah itu ya tentu bisa saja, tapi kan untuk sekelas perppu masa cuma memperbaiki satu pasal, perbaiki juga masalah yang lebih besar di UU itu," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (4/11/2020).
Baca juga: Salah Rumusan UU Cipta Kerja Dianggap Fatal, Pemerintah dan DPR Dinilai Tak Cermat
Jika legislative review yang ditempuh, maka lembaga legislatif, dalam hal ini DPR, mencabut UU Cipta Kerja atau menerbitkan undang-undang yang membatalkan berlakunya UU tersebut.
Sementara, mekanisme judicial review dilakukan melalui lembaga peradilan yakni Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), ataupun Pengadilan Tata UsahaNegara (PTUN).