JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin terkait Tragedi Semanggi I dan II dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI pada Januari 2020, Burhanuddin mengatakan bahwa kasus Tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
Pernyataan itu kemudian digugat oleh keluarga korban ke PTUN karena dinilai akan menghambat proses penuntasan kasus yang sedang berjalan.
Pihak keluarga korban yang melayangkan gugatan yaitu Maria Katarina Sumarsih, ibunda almarhum Bernardinus Realino Norma Irmawan alias Wawan; dan Ho Kim Ngo, ibunda almarhum Yap Yun Hap.
Bernardinus Realino Norma Irmawan merupakan mahasiswa yang menjadi korban dalam peristiwa Semanggi I, 13 November 1998. Sedangkan Yap Yun Hap adalah mahasiswa UI yang meninggal saat peristiwa Semanggi II, 24 September 1999.
Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu
Majelis hakim PTUN Jakarta kemudian mengabulkan gugatan pemohon. Putusan ini menjadi kemenangan bagi keluarga korban dalam memperjuangkan hak atas keadilan dan penuntasan kasus.
"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung adalah perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan,” dikutip dari putusan dalam dokumen yang diunggah di laman Mahkamah Agung (MA), Rabu.
Selain itu, majelis hakim mewajibkan Jaksa Agung memberi pernyataan yang sebenarnya dalam rapat dengan Komisi III DPR RI.
"Mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan atau keputusan yang menyatakan sebaliknya."
Majelis hakim juga menghukum Jaksa Agung untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 285.000.
Salah satu penggugat, Sumarsih, menilai putusan PTUN Jakarta sebagai langkah maju dalam mewujudkan penegakan supremasi hukum.
"Bagi kami, kemenangan gugatan ini tentu saja meneguhkan harapan terwujudnya agenda ketiga reformasi, yaitu tegakkan supremasi hukum yang diperjuangkan gerakan mahasiswa '98," kata Sumarsih dalam konferensi pers secara daring, Rabu.
Baca juga: Komnas HAM Minta Pemerintah Tuntaskan Proses Hukum Tragedi Semanggi
Selain itu, putusan tersebut dinilai menjadi pintu masuk dalam memastikan agar pejabat negara bertindak sesuai aturan yang berlaku.
Sumarsih berharap, gugatan itu dapat menjadi pelajaran bagi jajaran Kejaksaan Agung selaku aparat penegak hukum agar memahami tugas dan kewajibannya.
"Sehingga, Indonesia sebagai negara hukum ini benar-benar bisa terwujud. Jangan sampai kemudian negara hukum ini menjadi negara yang melanggengkan impunitas," tutur dia.