JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono mengatakan, sebagian besar bonus demografi atau penduduk usia produktif di Indonesia merupakan lulusan sekolah menengah pertama (SMP).
Sebaliknya, penduduk usia produktif yang merupakan lulusan perguruan tinggi atau politeknik persentasenya paling kecil.
"Sekalipun kita mempunyai bonus demografi, sayangnya 62 persen-63 persen angkatan kerja kita tingkat pendidikannya hanya setara dengan SMP," kata Agus dalam sebuah acara virtual yang ditayangkan YouTube LPDP RI, Senin (2/11/2020).
Baca juga: Hadapi Bonus Demografi, Indeks Pembangunan Pemuda Indonesia Masih Sangat Rendah
"Kemudian 25 persennya itu merupakan lulusan SLTA. Hanya sekitar 13 persen lulusan perguruan tinggi dan politeknik," tutur dia.
Agus mengatakan, setiap tahunnya, setidaknya ada 3,7 juta lulusan SLTA. Sementara, karena keterbatasan kapasitas, yang dapat ditampung di perguruan tinggi hanya 1,9 juta.
Sisanya, sebanyak 1,8 juta lulusan SLTA terpaksa harus masuk ke pasar tenaga kerja.
Di lapangan, lulusan SLTA masih harus bersaing dengan lulusan perguruan tinggi yang setiap tahunnya menghasilkan 1,3 juta wisudawan.
"Jadi setiap tahun ada 3,1 juta pencari kerja baru dan tidak jarang lulusan perguruan tinggi juga men-down grade-kan dirinya bersaing dengan lulusan SLTA, mau merebut pekerjaan yang seharusnya untuk anak-anak SLTA. Ini persoalan ril bangsa kita," ujar Agus.
Ia menyebut, jika penduduk usia produktif didominasi oleh lulusan SMP, SLTA, atau bahkan SD, hal ini akan berpengaruh pada produktivitas nasional.
Baca juga: Indonesia Bisa seperti Jepang dan Korsel jika Mampu Manfaatkan Bonus Demografi
Kecenderungannya, produktivitas kalah dibandingkan dengan negara lain yang penduduk usia produktifnya didominasi oleh lulusan perguruan tinggi.
Menurut Agus, setelah dilakukan pencermatan dan analisis, profil angkatan kerja semacam ini baru akan berubah kurang lebih 30 tahun lagi.
"Saya menghitung-hitung bahwa setidaknya butuh 30 tahun lagi untuk menggeser supaya profil angkatan kerja kita ini semakin baik," kata dia.
Pemerintah pun terus mengupayakan perbaikan profil angkatan kerja, misalnya dengan revitalisasi pendidikan vokasi hingga pemberian program beasiswa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.