Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Kebebasan Berpendapat (Kembali) Tersumbat

Kompas.com - 28/10/2020, 08:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEBEBASAN berpendapat di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo - Wakil Presiden Maruf Amin dianggap tersumbat.

Hasil survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia menunjukkan, 57,7 persen masyarakat sepakat bahwa aparat semakin semena-mena dalam menangkap warga yang pandangan politiknya tak sejalan dengan pemerintah.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, publik menilai bahwa Indonesia makin tidak demokratis, warga semakin takut menyatakan pendapat dan berdemonstrasi.

Sebanyak 20,8 persen responden menyatakan sangat setuju bahwa warga makin sulit berdemonstrasi.

Sementara 53 persen responden menyatakan agak setuju warga makin sulit berdemonstrasi.

Sementara sebanyak 47,7 persen responden menyatakan agak setuju bahwa warga makin takut menyampaikan uneg-unegnya.

Kemudian sebanyak 21,9 responden menyatakan bahwa warga sangat setuju makin takut menyatakan pendapat.

Survei Indikator ini seolah menguatkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang sudah dirilis sebelumnya. Dalam jajak pendapat tersebut, publik menyoroti soal kebebasan berpendapat yang dibatasi di era pemerintahan Jokowi. Menurut responden, salah satu hal yang mendesak untuk dilakukan pembenahan adalah soal kebebasan berpendapat.

Dari melarang demonstrasi hingga kriminalisasi

Langkah publik untuk menyampaikan aspirasi dengan melakukan aksi demonstrasi dibatasi. Hal ini bisa dilihat dari kebijakan polisi yang mengubah pemberitahuan menjadi izin bagi pihak yang akan menggelar aksi demonstrasi.

Polisi juga menggunakan SKCK sebagai alat untuk menekan orang tua agar melarang anaknya berdemonstrasi.

Protokol kesehatan selama pandemi Covid-19 juga menjadi salah satu cara baru aparat menekan aksi demonstrasi. Polisi juga mencegat dan melakukan penangkapan terhadap peserta aksi di berbagai tempat sebelum sampai di lokasi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja.

Sementara, upaya mengkritisi dan mengoreksi kebijakan pemerintah melalui dunia maya atau media sosial juga ditekan. Caranya beragam mulai dari pembatasan akses, kriminalisasi hingga peretasan.

Amnesty International Indonesia mencatat 49 kasus dugaan intimidasi dan peretasan digital terhadap mereka yang aktif mengkritik pemerintah.

Penangkapan yang dilakukan terhadap sejumlah aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) juga dianggap sebagai upaya pembungkaman terhadap kritik dan kebebasan berpendapat.

Penangkapan ini juga menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi di negara ini sedang direpresi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com