JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 23 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Oleh Mahkamah, pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian ketentuan tersebut.
Diketahui, perkara ini dimohonkan oleh seorang advokat bernama Viktor Santoso Tandiasa.
"Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," kata Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang virtual yang disiarkan YouTube MK RI, Senin (26/10/2020).
Baca juga: Wamen BUMN Prediksi Penyaluran Kredit Mulai Positif di Kuartal IV-2020
Dalam permohonannya, Viktor menerangkan bahwa dirinya seorang pengacara yang juga influencer.
Beberapa waktu lalu, Viktor menjadi kuasa hukum pemohon uji materi Pasal 10 UU Kementerian Negara.
Saat itu Mahkamah menolak permohonan pemohon yang meminta agar jabatan wakil menteri ditiadakan. Tetapi, MK menegaskan bahwa seorang wakil menteri tidak boleh rangkap jabatan.
Dalam perkara yang dimohonkan kali ini, menurut Mahkamah, Viktor lebih banyak menyinggung tentang belum ditindaklanjutinya Putusan MK mengenai larangan wamen rangkap jabatan oleh pemerintah.
Padahal, Viktor menyoal Pasal 23 UU Kementerian Negara.
Oleh karenanya, Mahkamah menilai, pemohon tidak dapat secara jelas menguraikan kerguian yang ia alami atas berlakunya Pasal 23 UU Kementerian Negara.
Baca juga: Jokowi Terbitkan 2 Perpres, Memungkinkan Ada Tambahan Wamen di 2 Kementerian
"Mahkamah tidak menemukan adanya hubungan sebab akibat dari keberlakuan Pasal 23 UU 39 Tahun 2008 dengan kerugian yang dialami oleh pemohon berkaitan dengan hak konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945," ujar Hakim Suhartoyo.
Sementara, terkait penjelasan pemohon yang mengatakan bahwa dirinya seorang influencer yang kerap memberikan pemahaman konstitusional pada masyarakat melalui YouTube dan media sosial lainnya, menurut Mahkamah, hal ini tidak serta merta menyebabkan pemohon punya kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang.
Pemohon dianggap memiliki kedudukan hukum, kata Suhartoyo, apabila dapat menjelaskan adanya pelanggaran hak konstitusional atas berlakunya pasal yang diuji kaitanya dengan status pemohon sebagai influencer.
Oleh karenanya, Mahkamah menyatakan permohonan pemohon tak dapat diterima.
"Menimbang bahwa meskipun mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun dikarenakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan," kata Suhartoyo.