JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada).
MK menilai, pemohon dalam perkara ini tak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian Perppu Pilkada.
"Mahkamah berpendapat Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," kata Hakim Konstitusi, Saldi Isra, saat membacakan pertimbangan putusan di sidang virtual yang disiarkan YouTube MK RI, Senin (26/10/2020).
Baca juga: DPR Sahkan Perppu Pilkada Nomor 2 Tahun 2020 Jadi Undang-Undang
Adapun pemohon merupakan Lembaga Kemasyarakatan bernama Paguyuban Warga Solo Peduli (PWSPP).
Saldi mengatakan, uraian pemohon mengenai kedudukan hukum dan alat bukti dalam perkara ini tak dapat meyakinkan pihaknya bahwa pemohon telah aktif melakukan kegiatan yang berkaitan dengan isu konstitusionalitas dalam norma yang dimohonkan pengujiannya.
Oleh karenanya, pemohon dianggap tak mengalami kerugian, baik langsung maupun tidak langsung, atas berlakunya norma yang diuji.
"Serta tidak terdapat pula hubungan sebab akibat antara anggapan kerugian konstitusional dengan berlakunya norma yang dimohonkan pengujian," ujar Saldi.
Dengan alasan-alasan tersebut, Mahkamah pun tidak mempertimbangkan pokok permohonan pemohon.
"Pokok permohonan tidak dipertimbangkan," kata Ketua Hakim Konstitusi, Anwar Usman.
Baca juga: Baru Diterbitkan Perppu Pilkada Digugat ke MK, Ini Alasan Pemohon
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan dokumen permohonan gugatan yang dilihat Kompas.com di laman resmi MK, Jumat (12/6/2020), penggugat mempersoalakan Pasal 201A Ayat (1) dan (2) Perppu tersebut.
Pasal itu menyebutkan bahwa pemungutan suara pilkada ditunda hingga Desember 2020. Penundaan tersebut dilakukan akibat terjadinya bencana nonalam.
Menurut pemohon, bunyi pasal itu tidak sesuai dengan kondisi Indonesia yang masih terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: Perludem: Jokowi Luput Mengatur soal Anggaran di Perppu Pilkada