JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, semangat antikorupsi telah musnah pada tahun pertama pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Ini ditandai dengan enam kebijakan kontroversial yang dikeluarkan pemerintah.
"Selama satu tahun sejak dilantik sebagai pasangan presiden dan wakil presiden, terdapat sedikitnya enam kebijakan kontroversial yang dikeluarkan oleh pemerintah," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam siaran pers, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Setahun Jokowi-Maruf, Komnas Perempuan Singgung Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu
Kebijakan pertama ialah program Kartu Prakerja sebagai bagian dari skema jaring pengaman sosial pandemi Covid-19 dan dijadikan jawaban atas banyaknya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan perusahaan akibat pandemi.
Menurut dia, program tersebut sebetulnya tidak bersifat darurat karena sudah mendapat pagu anggaran pada APBN 2020 dan terkesan sengaja disusupkan sebagai bagian dari jaring pengaman sosial.
"Akibatnya, terdapat justifikasi penambahan anggaran yang tidak sedikit untuk pelaksanaan program Kartu Prakerja ini, yang awalnya 'hanya' dianggarkan sebanyak Rp 10 triliun, membengkak menjadi Rp 20 triliun," kata Kurnia.
Baca juga: Pemerintah Cabut Kepesertaan 344.959 Penerima Kartu Prakerja, Ini Sebabnya
Kedua, ICW menyoroti rangkap jabatan aparatur sipil negara (ASN) sebagai komisaris BUMN dimana terdapat 397 yang terindikasi rangkap jabatan sebagai komisaris di 142 BUMN atau anak perusahaan BUMN sebagaimana temuan Ombudsman RI.
"Terdapat setidaknya 91 komisaris yang punya potensi konflik kepentingan, jika dilihat dari rekam jejak karier dan pendidikannya," ucap dia.
Kurnia menilai, konflik kepentingan yang dibiarkan tersebut menunjukkan pemerintah gagap dan tidak peduli terhadap upaya pemberantasan korupsi karena pembiaran itu membuka peluang terjadinya tindak pidana korupsi.
Ketiga, ia menilai, pembiaran konflik kepentingan itu terlihat pada kasus konflik kepentingan staf khusus Presiden, Adamas Belva Devara dan Andi Taufan Garuda.
Belva tersandung masalah setelah perusahaan miliknya, Ruangguru, menjadi mitra penyedia platform dalam program kartu Prakerja.
Sementara itu, Andi Taufan diketahui mengirim surat resmi kepada camat-camat di daerah untuk bekerja sama mendukung relawan Amartha, perusahaan yang dipimpin Andi Taufan.
"Meskipun terdapat dorongan kuat dari publik agar Presiden Joko Widodo memberhentikan keduanya dari jabatannya, namun kenyataannya hal tersebut tidak pernah dilakukan," kata Kurnia.
Baca juga: Jokowi Belum Berencana Angkat Staf Khusus Pengganti Belva dan Andi
Keempat, naiknya iuran BPJS di tengah pandemi di mana pemeinrtah mengabaikan alasan MA yang sebelumnya membatalkan kenaikan iuran.
"Menaikkan iuran di tengah pandemi juga bukan merupakan keputusan yang etis karena banyak warga yang tengah menghadapi kesulitan," ucap dia.