JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mendesak DPR melakukan legislative review terhadap omnibus law UU Cipta Kerja.
Surat permohonan legislative review telah dikirimkan KSPI dan diterima DPR pada Selasa (20/10/2020). Ia berharap surat tersebut dapat ditindaklanjuti.
Legislative review adalah upaya untuk mengubah suatu undang-undang melalui DPR. DPR dapat mengusulkan UU baru atau revisi UU untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
"Sudah kami kirim surat resmi KSPI kepada sembilan fraksi di DPR RI dengan tembusan pimpinan DPR, MPR, DPD, dan 575 anggota DPR RI. Isinya permohonan buruh, termasuk KSPI, meminta kepada anggota DPR melalui fraksi agar melakukan yang disebut legislative review," kata Said dalam konferensi pers daring, Rabu (21/10/2020).
Menurutnya, pengujian undang-undang tidak melulu harus melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Pilih Judicial Review, KSPI Tak Bergabung dalam Demo Tolak UU Cipta Kerja Hari Ini
Said mengatakan DPR dapat melakukan pengujian dengan mekanisme legislative review jika sebuah undang-undang mendapatkan penolakan keras dari publik.
Said menuturkan, hal tersebut sesuai dengan UUD 1945 dan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Nomor 12 Tahun 2011.
Selanjutnya, ia berharap DPR mengajukan usul RUU untuk membatalkan UU Cipta Kerja.
"Dibolehkan dalam UUD 1945 dan dipertegas dalam UU PPP. DPR tidak bisa berdalih," ucapnya.
Dia berpendapat, Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat dapat menginisasi legislative review terhadap UU Cipta Kerja. Dua fraksi tersebut diketahui menolak pengesahan UU Cipta Kerja.
Menurut Said, tiap anggota DPR memiliki hak konstitusional untuk mengajukan legislative review.
"Harusnya berdasarkan surat kami bisa untuk mulai menggiring legislative review. Jangan berlindung di balik aksi-aksi," tegas Said.
Ia pun menyatakan, KSPI bersama sejumlah federasi/konfederasi buruh lainnya akan kembali menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Aksi akan dilakukan di tingkat nasional dan lokal.
Rencananya, aksi dilakukan pada saat rapat paripurna pembukaan masa sidang DPR yang diagendakan pada awal November.
Menurut jadwal yang sebelumnya disampaikan DPR, masa reses berlangsung sejak 5 Oktober hingga 8 November.