JAKARTA, KOMPAS.com - Kritik atas Undang-Undang Cipta Kerja terus disuarakan oleh sejumlah kelompok masyarakat. Tidak hanya dipandang bermasalah secara substansi, UU Cipta Kerja juga dinilai cacat formil terkait proses pembentukannya.
Peneliti Bidang Konstitusi dan Ekonomi dari Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Rahmah Mutiara menuturkan, salah satu indikasi pembentukan UU Cipta Kerja cacat formil yakni dokumen dan rekam jejak penyusunan yang sulit diakses.
Penelusuran Kode Inisiatif, tidak semua agenda dan hasil rapat pembahasan UU Cipta Kerja diunggah ke situs DPR (dpr.go.id). Berbagai video rapat pun tidak diarsipkan dalam kanal YouTube DPR.
Baca juga: Kode Inisiatif Soroti Kecacatan Formil Pembentukan UU Cipta Kerja
"Dokumen penyusunan UU Cipta Kerja sulit diakses, kata pemerintah dan DPR terbuka dan sebagainya, tetapi yang ditemukan adalah dokumen penyusunan di laman resmi DPR tidak semuanya tersedia dan tidak semua agenda rapat tercantum," ujar Rahmah dalam sebuah diskusi daring, Jumat (16/10/2020).
Selain itu, Rahmah mengatakan, proses penyusunan UU Cipta Kerja tidak partisipatif. Pihak-pihak yang diundang dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) pun dinilai hanya dari kelompok-kelompok tertentu.
"Pihak yang diundang dalam RDPU eksklusif," kata dia.
Menurut Rahmah, sikap tertutup DPR ini bertentangan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal tersebut mengatur tentang asas pembentukan peraturan perundang-undangan, di antaranya, memiliki kejelasan tujuan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, serta keterbukaan.
Baca juga: Pakar Hukum: Pembentukan UU Cipta Kerja Merupakan Proses Legislasi Terburuk
Secara terpisah, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, kecacatan formil juga ditunjukkan dengan agenda pengesahan RUU Cipta Kerja yang dipercepat, dari 8 Oktober menjadi 5 Oktober. Setelah pengesahan, draf final UU Cipta Kerja pun berubah-ubah.
"Itu semua melanggar moralitas demokrasi. Ketok palu bukan hanya seremoni. Dalam sebuah negara demokrasi, (paripurna) itu adalah persetujuan bersama, perwujudan dari Pasal 20 ayat (2) UUD 1945. Ada makna besar dalam demokrasi," ujar Bivitri dalam diskusi daring, Sabtu (17/10/2020).
DPR dan pemerintah bantah Pembahasan tertutup
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengklaim pembahasan omnibus law UU Cipta Kerja dilakukan secara terbuka dan bisa diakses oleh masyarakat.
Menurutnya, seluruh proses pembahasan ditayangkan secara langsung melalui TV Parlemen dan media sosial DPR RI.
"Seluruh pembahasannya bisa diakses oleh publik karena disiarkan secara langsung oleh TV Parlemen dan media sosial Dewan Perwakilan Rakyat," kata Supratman saat membacakan laporan dalam Rapat Paripurna DPR, disiarkan Kompas TV, Senin (5/10/2020).
Baca juga: Kemenkumham Klaim Penyusunan RUU Cipta Kerja Dilakukan Terbuka
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan juga membantah bahwa pembentukan UU Cipta Kerja dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.