Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Menguji Keabsahan Beleid Investasi

Kompas.com - 14/10/2020, 09:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


HARI ini, Rabu (14/10/2020) DPR RI akan menyerahkan draft Undang-Undang Cipta Kerja ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Meski sudah final dan akan diserahkan, regulasi yang diniatkan untuk membuka keran investasi ini masih terus menuai penolakan.

Tak hanya aksi demonstrasi, penolakan juga disuarakan para pakar dan akademisi. Sejumlah pakar menyatakan, UU Ciptaker cacat secara prosedural. Secara formil atau tata cara penyusunan, UU ini sulit diterima akal sehat.

Model Omnibus Law sebagai pilihan caranya juga belum dikenal dalam sistem pembentukan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu, metode ini membuat publik lebih sulit memahami apa yang sebenarnya diatur dalam UU ini.

Dalam penyusunannya, UU ini juga tidak mengikuti prosedur. Perencanaan dan pembahasan UU ini sangat tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik.

Padahal, merujuk Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 dalam tahap perencanaan dan penyusunan sebuah UU diperlukan pelibatan dan partisipasi publik yang luas dan beragam dari berbagai latar belakang, khususnya pemangku kepentingan dan kelompok yang akan terdampak aturan tersebut.

Seharusnya, dalam tahap perencanaan dan penyusunan, Naskah Akademik (NA) dan Draf RUU Ciptaker sudah harus dipublikasikan dan didiskusikan guna menyerap aspirasi publik.

Namun, UU Ciptaker tak melalui pelibatan publik yang luas dalam proses ini dan hanya melibatkan segelintir pihak. Hal ini diperparah dengan beredarnya sejumlah draf yang diragukan keasliannya.

Cacat sejak lahir?

UU Ciptaker dianggap bermasalah sejak penyusunan dan pembentukan hingga proses pembahasan dan pengesahan. UU ini dinilai cacat secara etik dan moral.

Pasalnya, lahirnya UU ini lebih mengedepankan kemauan dan kepentingan penguasa dan pengusaha. UU ini lebih mengutamakan logika ekonomi dan investasi.

UU ini juga dinilai cacat sosial karena bertentangan dengan aspirasi publik. UU ini dinilai tidak legitimate karena melahirkan ketidakpercayaan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan maraknya aksi penolakan mulai dari pekerja hingga mahasiswa.

Secara materiil dan formil UU ini juga dinilai bertentangan dengan konstitusi. UU Ciptaker memuat banyak pasal-pasal yang bermasalah termasuk menghidupkan kembali aturan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Massa dari KSPI berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (12/10/2020). Aksi tersebut untuk menolak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja.ANTARA FOTO/RIVAN AWAL LINGGA Massa dari KSPI berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (12/10/2020). Aksi tersebut untuk menolak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja.

Perubahan di tengah jalan

Pengesahan UU ini juga menuai kritikan karena ternyata anggota dewan tak mengetahui dan memiliki draft final UU yang disahkan tersebut.

Sejumlah anggota dewan mengakui, mereka tak memegang naskah lengkap RUU Ciptaker saat beleid tersebut disahkan di Sidang Paripurna. Hal ini menunjukkan para anggota DPR sejatinya tidak tahu apa yang mereka sahkan.

Draft UU Ciptaker ini ternyata belum final dan masih dalam proses penyempurnaan. Padahal, draft yang pekan lalu masih berupa rancangan undang-undang atau RUU tersebut telah disahkan dalam rapat paripurna.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com