JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai, UU Cipta Kerja berpotensi merugikan pekerja perempuan.
Hal itu dikatakan Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad melalui keterangan tertulis, Sabtu (10/10/2020).
"Komnas Perempuan mencermati adanya potensi mengurangi jaminan perlindungan yang sudah ada di dalam UU Ketenagakerjaan, yang secara tidak proporsional akan merugikan perempuan pekerja," kata Bahrul.
Baca juga: Komisioner Komnas Perempuan: UU Cipta Kerja Layak untuk Ditolak
Menurut Bahrul, kondisi tersebut bisa muncul dari pasal-pasal yang memiliki peluang multitafsir dan menjadi celah untuk mendorong model hubungan kerja yang lebih bersifat harian dan borongan.
Model hubungan kerja itu membuat risiko perempuan pekerja kehilangan hak-hak sebagai pekerja, termasuk cuti dan tunjangan lainnya terkait fungsi reproduksinya.
"Peluang untuk perpanjangan jam kerja dan jam lembur dalam kesepakatan yang dibuat di kondisi relasi kuasa yang timpang antara pemberi kerja," ujar dia.
"Dan pekerja juga ditengarai dapat menyebabkan perempuan pekerja dihadapkan dengan ketegangan baru di tengah tuntutan peran di dalam keluarga," lanjut dia.
Baca juga: KSPI Minta Jokowi Terbitkan Perppu Batalkan UU Cipta Kerja
Potensi kerugian perempuan pekerja, kata dia, juga hadir dari pengaturan tentang pesangon dan pensiun yang pada awalnya cukup rinci diatur di UU Ketenagakerjaan. Namun, hal itu menjadi sumir dalam UU Cipta Kerja.
"Termasuk di dalam pengaturan rinci itu adalah pesangon yang terkait pemutusan hubungan kerja yang dilakukan atas permintaan pekerja akibat kondisi pekerjaannya yang tidak sesuai kesepakatan," ujar dia.
"Termasuk tindak kekerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 169 UU Ketenagakerjaan," lanjut Bahrul.
Baca juga: Diminta Bahas UU Cipta Kerja di Podcast, Deddy Corbuzier Sebut Nama Najwa Shihab
Demikian juga adanya potensi kerugian akibat pelonggaran aturan tentang pemutusan hubungan kerja dan penghapusan aturan tentang kewajiban pembayaran upah tepat waktu.
Diketahui, aliansi mahasiswa dan para buruh pada Kamis (8/10/2020) menggelar aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di beberapa daerah dan terpusat di Istana Negara.
Mahasiwa menuntut agar Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu atas UU Cipta Kerja. Aksi unjuk rasa tersebut diwarnai kericuhan dibeberapa tempat.
UU Cipta Kerja telah disahkan DPR dan pemerintah dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020).
Baca juga: Walhi Curiga Jokowi Belum Baca Draf UU Cipta Kerja
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas, dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: 2 kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan 6 kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.