Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Cipta Kerja Dinilai Cacat Prosedur

Kompas.com - 05/10/2020, 23:18 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menilai Undang-undang (UU) Cipta Kerja mengandung banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga pasal-pasal di dalamnya yang menghilangkan hak-hak pekerja.

"Pengesahan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) menjadi undang-undang oleh DPR tentunya sangat disayangkan, mengingat UU Cipta Kerja memiliki banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga substansi di dalamnya," kata Araf dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).

Pertama, ia menilai proses penyusunan UU Cipta Kerja dinilai cacat prosedur, karena dilakukan secara tertutup, tidak transparan, serta tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil.

Baca juga: UU Cipta Kerja Hapus Hak Pekerja Ajukan Gugatan jika Tak Terima PHK

Terlebih lagi, pembahasan tersebut dilakukan di tengah konsentrasi seluruh elemen bangsa yang tengah berfokus menangani pandemi Covid-19.

Ia pun mengatakan draf UU Cipta Kerja tidak disosialisasikan secara baik kepada publik, bahkan tidak dapat diakses oleh masyarakat sehingga masukan dari publik menjadi terbatas.

Hal itu menurut dia merupakan pelanggaran terhadap Pasal 89 jo. 96 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan pemerintahmembuka akses terhadap RUU kepada masyarakat.

Lebih jauh, Satgas omnibus law RUU Cipta Kerja bentukan pemerintah yang sebagian besar berasal dari kalangan pemerintah dan pengusaha juga dinilai eksklusif serta tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat yang terdampak UU.

Kedua, ia mengatakan, secara substansi UU Cipta Kerja memiliki banyak pasal yang bermasalah.

Salah satunya adalah terdapat pasal-pasal yang menghidupkan kembali aturan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: UU Cipta Kerja: Pelanggar Perjanjian Kerja Bisa Langsung Di-PHK

Contohnya adalah terdapat pasal yang mengatur tetang Peraturan Pemerintah (PP) yang dapat digunakan untuk mengubah UU. Hal itu menabrak ketentuan konstitusi dan aturan perundang-undangan lainnya, khususnya Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa PP memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan UU.

Kemudian ia menilai masih banyak masalah lain di dalam UU Cipta Kerja, seperti dalam aspek ketenagakerjaan yang menghapus hak cuti dan hak upah atas cuti tentu yang merugikan para pekerja atau buruh di Indonesia.

Sama halnya dengan pemangkasan uang pesangon dari 32 bulan menjadi 25 bulan. Hal itu menurut dia sangat merugikan para pekerja atau buruh.

Selain itu dalam aspek pengadaan tanah bagi kepentingan investasi, ia menilai hal tersebut berpotensi merugikan petani di Indonesia.

Lalu pada aspek lingkungan hidup, masyarakat juga dirugikan karena UU Cipta Kerja menghapus analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sebagai syarat wajib izin usaha.

"Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa UU Cipta Kerja berpotensi melanggar hak-hak konstitusional warga negara, merugikan para pekerja/ buruh, merugikan petani, merugikan hak-hak masyarakat adat, serta berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan," kata Araf.

"Atas dasar tersebut, Imparsial menolak dan menyayangkan pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di DPR, apalagi pembahasan tersebut dilakukan secara tidak lazim, yakni dilakukan secara tertutup dan di tengah konsentrasi mengatasi pandemi Covid-19," lanjut dia.

Baca juga: UU Cipta Kerja Hapus Aturan Batas Waktu Kerja bagi Pekerja Kontrak

Untuk diketahui, Melalui Rapat Paripurna hari ini, DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.

UU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020. UU ini terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Hari ini sekaligus merupakan rapat paripurna penutupan Masa Persidangan I 2020-2021. DPR memasuki masa reses mulai 6 Oktober hingga 8 November.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

RI Segera Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Jokowi: 80 Persen Pendapatan Akan Masuk ke Negara

Nasional
Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Penyidikan Selesai, Nilai Gratifikasi dan TPPU Hakim Agung Gazalba Saleh Capai Rp 9 M

Nasional
Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Kenaikan Pemudik Diprediksi Capai 56 Persen Tahun Ini, Jokowi Imbau Masyarakat Mudik Lebih Awal

Nasional
Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Jokowi: Mudik Tahun ini Kenaikannya 56 Persen, Total Pemudik 190 Juta

Nasional
Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Jawaban Puan Ditanya soal Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati Usai Pilpres 2024

Nasional
Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Yusril Kutip Ucapan Mahfud soal Gugatan ke MK Bukan Cari Menang, Sebut Bertolak Belakang

Nasional
Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Tunggu Langkah Prabowo, Golkar Tak Masalah PDI-P Merapat ke Koalisi Pemerintahan Selanjutnya

Nasional
Yusril Kembali Klarifikasi Soal 'Mahkamah Kalkulator' yang Dikutip Mahfud MD

Yusril Kembali Klarifikasi Soal "Mahkamah Kalkulator" yang Dikutip Mahfud MD

Nasional
Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Setelah Lebaran, Ketua MA Proses Pengisian Wakil Ketua MA Non-Yudisial dan Sekretaris MA yang Kosong

Nasional
Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Jokowi: Saya Tidak Mau Berkomentar yang Berkaitan dengan MK

Nasional
KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

KPU dan Kubu Prabowo Kompak, Anggap Gugatan Anies dan Ganjar Langgar Aturan MK

Nasional
Sekjen Golkar: Bayangkan kalau Kita Lagi Siapkan Pilkada, Malah Bicara Munas, Apa Enggak Pecah?

Sekjen Golkar: Bayangkan kalau Kita Lagi Siapkan Pilkada, Malah Bicara Munas, Apa Enggak Pecah?

Nasional
Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Singgung Pernyataan Puan soal Hak Angket Pemilu, Golkar: Yang Usulkan Ternyata Belum Berproses

Nasional
UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

Nasional
THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com