KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 masih menyebar secara masif di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Hal tersebut membuat pemerintah terus mengimbau masyarakat untuk melakukan physical distancing atau menjaga jarak saat berinteraksi. Bahkan, beberapa kota kembali memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat tingginya tingkat penularan.
Selain itu, pandemi Covid-19 menghantam berbagai industri yang menopang perekonomian Indonesia, tak terkecuali industri kreatif. Salah satu industri kreatif yang turut meringis akibat pandemi ini adalah industri batik.
Banyak rumah produksi batik di berbagai daerah terpaksa menghentikan operasional. Akibatnya, pembatik yang bekerja di rumah produksi tersebut terpaksa kehilangan pekerjaan.
Salah satunya adalah Murtini. Ia pun harus berpikir kreatif untuk menyambung hidup.
“Karena virus corona ini saya dan banyak pembatik lain diberhentikan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (30/9/2020).
Hal senada pun dirasakan pembatik asal Yogyakarta, Tri Winarsih. Ia mengaku kesulitan untuk mendukung proses pembelajaran anaknya yang harus dilakukan di rumah secara online.
“Anak saya sekarang sekolah di rumah. Saya kurang mampu untuk membeli paket data karena harga untuk membeli pulsa mahal,” imbuhnya.
Meski demikian, pandemi tidak menyurutkan semangat pembatik, seperti Murtini dan Tri Winarsih. Mereka terus menggali ide dan gagasan kreatif agar tetap bisa menyambung hidup.
Semangat para pembatik untuk bertahan dan berkarya di tengah situasi sulit tersebut menjadi tema yang diangkat Bakti Budaya Djarum Foundation dalam peringatan Hari Batik Nasional.
Selama beberapa tahun terakhir, Bakti Budaya Djarum Foundation lewat Indonesia Kaya telah melakukan kampanye Hari Batik Nasional melalui media digital dengan kemasan kekinian agar dapat diterima oleh generasi muda.
Tahun ini, video "Geliat Karsa" yang diunggah di kanal YouTube Indonesia Kaya mengangkat perjuangan para pembatik di masa pandemi ini. Video dibuka dengan berbagai aktivitas para pembatik, mulai dari menciptakan pola, mencanting, hingga mewarnai.
Kemudian, seketika semua kegiatan itu terhenti. Para pembatik berdiam di rumah tanpa melakukan aktivitas membatik seperti biasa.
Area yang sebelumnya diramaikan dengan aktivitas mereka kini kosong. Canting-canting yang biasanya mereka gunakan sebagai peralatan untuk menggambar di atas kain pun diam membisu. Area untuk mlorot atau meluruhkan lilin pada kain batik kini turut mengering. Semesta seakan berhenti dalam keheningan.
Adegan-adegan dalam video tersebut menggambarkan bagaimana pandemi mengubah kelangsungan industri batik.
Para pembatik juga mengungkapkan berbagai harapan pada video tersebut. Mereka berharap agar keadaan segera pulih seperti sedia kala dan dapat kembali bertemu teman-teman untuk membatik bersama.
Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian mengatakan, 2020 menjadi tahun penuh tantangan bagi para pembatik. Mereka harus menyesuaikan diri untuk bisa bertahan sekaligus merawat semangat untuk terus berkarya di tengah pandemi.
“Berbagai cara mereka lakukan untuk tetap bertahan. Hal ini perlu jadi refleksi untuk kita semua agar terus mendukung para pembatik,” terangnya.
Oleh karena itu, Renitasari mendorong masyarakat untuk membeli produk-produk yang dihasilkan oleh para pembatik. Selain mendukung perjuangan pembatik, hal ini juga merupakan kontribusi untuk mendorong perekonomian nasional di masa pandemi Covid-19.
“Semoga pandemi ini segera berlalu dan kita dapat kembali beraktivitas seperti sedia kala,” kata Renitasari.