Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengurangan Hukuman Koruptor oleh MA Dinilai Terkait dengan Revisi UU KPK

Kompas.com - 01/10/2020, 17:55 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai maraknya pengurangan hukuman terpidana korupsi oleh Mahkamah Agung tak lepas dari revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Fickar berpendapat, revisi UU KPK membuat korupsi tidak lagi dianggap sebagai kejahatan luar biasa dan hal itu berpengaruh pada cara pandang para Hakim Agung.

"Situasi ini juga berpengaruh pada Hakim-Hakim Agung dalam memandang tindak pidana korupsi, sehingga komitmennya pada pemberantasan korupsi terdegradasi dan dengan mudah menurunkan hukumannya," kata Fickar, Kamis (1/10/2020).

Baca juga: Pengurangan Hukuman Koruptor Runtuhkan Keadilan bagi Masyarakat

Fickar menuturkan, anggapan korupsi tak lagi menjadi kejahatan luar biasa terlihat dari penempatan KPK sebagai lembaga rumpun eksekutif dalam revisi UU KPK.

Prioritas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK pun digeser pada pencegahan, bukan lagi pada aspek penindakan.

"Jadi dengan gaya penindakan yang biasa-biasa saja dengan sendirinya dapat disimpulkan bahwa korupsi itu tindak pidana yang biasa-biasa saja seperti lainnya," kata Fickar.

Baca juga: Diskon Hukuman Koruptor, Jangan Sampai Muncul Anekdot Siapa Hakimnya

Selain itu, menurut Fickar, pensiunnya Artidjo Alkostar juga memberikan pengaruh. Saat masih menjabat sebagai Hakim Agung, Artijo lebih sering menambah hukuman bagi para koruptor.

Fickar pun mengusulkan agar Komisi Yudisial mendapat wewenang untuk mengawasi ketat para hakim agung.

Sebab, ada potensi koruptor menggunakan segala cara untuk mengurangi hukumannya termasuk dengan cara menyuap para Hakim Agung.

"Jika perlu bisa bekerja sama dengan KPK untuk menyadap para Hakim Agung, terutama yang menangani korupsi karena sangat mungkin pengurangan itu terjadi karena adanya suap, KY sendiri punya kewenangan menyadap," kata Fickar.

Baca juga: KPK Minta MA Serahkan Salinan Putusan PK yang Potong Hukuman Koruptor

Fickar menegaskan, para hakim agung yang terbukti menerima suap dalam memutus korupsi harus dihukum lebih berat.

"Kalau perlu maksimal seunur hidup seperti eks Ketua MK Akil Mochtar," kata dia.

Dalam beberapa waktu terakhir, MA telah mengabulkan peninjauan kembali sejumlah terpidana korupsi dan memotong masa hukuman mereka.

KPK mencatat sedikitnya ada 20 terpidana korupsi yang mendapat pemotongan hukuman setelah PK dikabulkan MA.

Baca juga: MA Diskon Hukuman Anas Urbaningrum, Daftar Koruptor yang Dapat Keringanan Tambah Panjang

Putusan terbaru, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mengurangi hukumannya dari 14 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 8 tahun penjara.

Putusan PK Anas tersebut memperpanjang daftar terpidana korupsi yang hukumannya dipotong oleh MA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com