JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi mengatakan, pemerintah mengajukan perubahan terkait pesangon Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.
Sebab, menurut Elen, dalam UU Ketenagakerjaan, aturan mengenai pemberian pesangon PHK sebanyak 32 kali upah, sangat memberatkan pelaku usaha.
"Pemberian pesangon PHK sebanyak 32 kali upah sangat memberatkan pelaku usaha. Hal ini juga mengurangi minat investor untuk berinvestasi," kata Elen dalam rapat Badan Legislasi DPR secara virtual, Sabtu (26/9/2020).
Baca juga: Pemerintah Ajukan Perubahan di RUU Cipta Kerja, TKA Ahli Agar Dipermudah Kerja di Indonesia
Elen mengatakan, dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah mengajukan ada penyesuaian perhitungan pesangon PHK.
"Kemudian, menambahkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP)," ujarnya.
Di samping itu, Elen mengajukan perubahan dalam UU Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Elen mengatakan, pemerintah menginginkan agar pekerja kontrak mendapatkan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap.
"Antara lain antara upah jaminan sosial, perlindungan K3 termasuk kompensasi hubungan kerja, kami ingin ada kepastian di situ," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah Ajukan 7 Perubahan UU Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja
Elen juga mengatakan, pihaknya mengajukan perubahan terkait upah minimum dalam UU Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.
Sebab, kata Elen, di dalam UU Ketenagakerjaan, upah minimum ditangguhkan sehingga pekerja menerima upah dibawah upah minimum.
Selain itu, menurut Elen, terjadi kesenjangan upah minimum di kabupaten/kota.
"Dalam RUU Cipta Kerja, upah minimum tidak ditangguhkan, upah minimum di tingkat provinsi, dan dapat diterapkan upah minimum pada Kabupaten kota pada syarat tertentu, dan upah untuk UMKM tersendiri," ucapnya.
Baca juga: Alasan DPR dan Pemerintah Cabut Klaster Pendidikan di RUU Cipta Kerja
Kemudian, Elen mengatakan, dalam UU Ketenagakerjaan, belum diatur secara tegas terkait perlindungan terhadap pekerja alih daya atau outsourcing.
Oleh karenanya, dalam RUU Cipta Kerja, pemerintah mengajukan perubahan sehingga terjaminnya hak dan perlindungan yang sama bagi pekerja.
"Yang kita perlukan adalah jaminan pekerja yang bekerja di dalam alih daya tersebut, diberikan perlindungan sama dengan pekerja tetap," tuturnya.