Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak UU Baru Disahkan, KPK Dinilai Kian Kehilangan Independensinya

Kompas.com - 22/09/2020, 13:25 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setahun setelah Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) disahkan, Komisi Antirasuah itu dinilai semakin kehilangan independensinya.

Anggapan itu disampaikan mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas, dalam diskusi bertajuk 'Merefleksi Satu Tahun Revisi UU KPK, Mati Surinya Pemberantasan Korupsi' yang diselenggarakan Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Senin (21/9/2020).

Menurut dia, saat ini KPK tak jauh berbeda dengan instansi pemerintahan pada umumnya.

"Pegawai KPK jadi aparatur sipil negara (ASN) seperti pegawai negeri karena pasti terjadi benturan kepentingan politik dan bisnis berselingkuh secara terbuka," ucap Busyro seperti dilansir dari Antara.

Baca juga: Firli Bahuri Beberkan Empat Misi KPK

Ia pun turut menyoroti banyaknya perwira tinggi Polri yang ditempatkan di KPK. Setidaknya, saat ini sudah ada sembilan perwira tinggi Polri yang menempati jabatan di instansi tersebut.

Busyro khawatir, dengan semakin hilangnya independensi tersebut, praktik kerja pemberantasan korupsi yang menyasar aktor utama di balik skandal korupsi besar dapat terganggu.

Beberapa kasus besar itu antara lain Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Meikarta, eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), reklamasi teluk Jakarta, Bank Century, hingga e-KTP.

"Ditambah sikap pasif pimpinan KPK terhadap skandal korupsi tertinggi, yaitu dalam kasus Djoko Tjandra karena KPK punya kewenangan mestinya bisa segera diambil alih. Tapi ini yang diragukan karena masuknya birokrasi kleptorasi," imbuh Busyro.

Baca juga: Firli Bahuri Lantik Tiga Direktur dan Sembilan Koordinator Wilayah KPK

Terkait kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri, ia meragukan Dewan Pengawas KPK akan membuat rekomendasi yang meminta Firli mengundurkan diri karena melakukan pelanggaran etik.

Sementara itu, pengajar hukum administrasi negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar mengatakan, Pasal 32 UU KPK merupakan cek kosong bagi Dewan Pengawas KPK untuk melakukan pengawasan.

"Konteks pengawasan adalah menindaklanjuti saat ada laporan, rekomendasi tidak ada aturan detailnya. Kalau ada rekomendasi mengudurkan diri terus apa? Apa bisa memaksakan mengundurkan diri? Karena tetap hanya jadi rekomendasi," ucap Zainal.

Ia menambahkan, syarat agar seorang komisioner bisa diberhentikan yaitu karena melakukan perbuatan tercela.

Baca juga: 20 Koruptor Dipotong Hukumannya, Kekecewaan KPK dan Pembelaan Mahkamah Agung

"Saya lebih memilih kategorisasi yang mengatakan tindakan pelanggaran etik masuk dalam perbuatan tercela. Kalau Dewas 'clear' menyatakan Firli Bahuri melakukan pelanggaran berat dan bagian perbuatan tercela, maka kualifikasinya terpenuhi dan cukup untuk pemberhentian seorang komisioner KPK," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com