JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memuji penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan suap Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Hal itu disampaikan setelah Kejagung melakukan gelar perkara yang turut dihadiri KPK, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Bareskrim Polri, dan Komisi Kejaksaan, pada Selasa (8/9/2020).
"Apa yang tadi disampaikan atau dipaparkan oleh Jampidsus dan jajarannya, kami sangat apresiasi, sudah sangat bagus, cepat," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa.
Baca juga: Gelar Perkara dengan Instansi Lain, Kejagung: Bukti Tak Tutupi Kasus Pinangki
Ia menuturkan, kehadiran KPK dalam gelar perkara merupakan bagian dari tugas untuk melakukan supervisi terhadap kasus tersebut.
KPK pun berharap penanganan perkara itu dapat dilakukan secara profesional dan tidak ada yang ditutup-tutupi.
Karyoto menambahkan, KPK akan terus mengawal kasus tersebut.
"Kami juga akan senantiasa mengawal perkara ini sampai tuntas nanti di persidangan," tuturnya.
Pujian atas penyidikan Kejagung juga disampaikan oleh Deputi Hukum Kemenko Polhukam Sugeng Purnomo.
Baca juga: KPK Harap Kejagung Transparan Saat Gelar Perkara Kasus Jaksa Pinangki
Menurut Sugeng, penyidikan kasus Pinangki dilakukan secara benar oleh penyidik di Kejagung.
"Dari paparan tadi, kami mendapat gambaran bahwa teman-teman penyidik telah melaksanakan kegiatan penyidikannya secara benar," ujar Sugeng di lokasi yang sama.
Ia menuturkan, Menko Polhukam Mahfud MD terus mendorong agar penanganan perkara yang melibatkan oknum jaksa tersebut dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
Secara keseluruhan, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka terkait perkara ini yaitu, Pinangki, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, dan Andi Irfan Jaya.
Pinangki diduga menerima suap dari Djoko Tjandra. Sementara, Andi diduga menjadi perantara yang memberikan uang tersebut kepada Pinangki.
Baca juga: Komisi Kejaksaan Dorong Pelibatan KPK di Kasus Jaksa Pinangki
Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dollar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan sebesar Rp 7,4 miliar.
Kejagung menduga ada pemufakatan jahat terkait kepengurusan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).
Fatwa tersebut diurus agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi dalam kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali yang menjeratnya.
Namun, temuan Kejagung mengungkapkan, pengurusan fatwa tersebut tidak berhasil.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.