JAKARTA, KOMPAS.com - Meninggalnya pejuang hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib, telah memasuki periode ke-16 tepat pada Senin (7/9/2020).
Munir dinyatakan meninggal dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004 pagi.
Pria yang biasa disapa Cak Munir itu wafat dalam perjalanan saat akan melanjutkan studinya di "Negeri Kincir Angin". Ia meninggal di pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974 tujuan Jakarta-Amsterdam.
Baca juga: Setelah Senyawa Arsenik Menjalari Tubuh, Cak Munir Dibunuh 16 Tahun Lalu...
Beberapa tahun pasca-meninggalnya Munir, seabrek kenangan masih tersimpan dalam benak keluarga, sahabat, dan orang-orang terdekatnya.
Dari sederet memori itu, sifat idealisme Munir menjadi salah satu yang paling dikenang.
Idealisme tersebut bukan hanya ditunjukkan saat berupaya menegakkan HAM di Indonesia, tetapi juga dalam momen-momen sederhana dalam kehidupan.
Idealisme ini juga yang membuat almarhum memilih Garuda Indonesia sebagai maskapai yang membawanya terbang menuju Belanda.
Pria kelahiran Batu, Malang, Jawa Timur, itu memiliki alasan begitu matang sebagai seorang aktivis saat memilih maskapai pelat merah ini.
Baca juga: Pengungkapan Kasus Kematian Munir yang Jadi Ujian Sejarah...
Sekalipun pada kenyataannya, pendiri Imparsial dan aktivis Kontras tersebut bisa saja tidak menggunakan pesawat Garuda.
Namun, suami dari Suciwati itu beralasan, dengan pesawat Garuda, perjalanannya secara tidak langsung akan memberikan kontribusi bagi negara.
"Karena akan memberikan devisa bagi negara," demikian alasan Munir, seperti dikemukakan staf Imparsial, Irma, dalam film dokumenter Kiri Hijau Kanan Merah (2009) yang diproduksi WatchDoc.
Mantan sekretaris Munir, Nunung, mengungkapkan, keputusan Munir memilih Garuda bukan serta-merta karena faktor idealisme.
Namun, Munir merasa akan lebih nyaman menggunakan pesawat tersebut.
"Dia bilang lebih aman untuk menggunakan pesawat Garuda," ujar eks sekretaris Munir, Nunung, dalam film tersebut.
Meski demikian, tak ada yang menyangka bahwa idealisme dan rasa aman itu justru mengantarkannya ke pusara.