JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) mendorong kenaikan harga rokok untuk menekan jumlah perokok anak.
Peneliti PKJS UI Renny Nurhasana mengatakan, harga rokok yang masih terjangkau merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seorang anak merokok.
"Harga rokok itu berhubungan negatif dengan peluang anak merokok, jadi semakin mahal rokok semakin turun prevelansi anak, jadi memang faktor harga ini sangat penting," kata Renny dalam diskusi Polemik secara daring, Sabtu (5/9/2020).
Baca juga: Dokter Paru: Rokok Elektrik Lebih Aman Itu Mitos!
Renny menuturkan, hasil survei sosial ekonomi nasional menunjukkan harga dan pengaruh teman sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi anak untuk merokok.
Menurut Renny, harga rokok yang dapat diperoleh mulai dari angka Rp 20.000 pun masih terjangkau oleh saku anak-anak.
Renny meyakini kenaikan harga rokok dapat menjadi solusi karena berbagai negara lain yang meningkatkan harga rokok sukses menekan jumlah perokok.
"Kita harus tetap persisten dan konsisten, semoga Pemerintah masih bisa menaikkan cukai itu dari Kementerian Keuangan dan sekarang juga di-backup oleh Bapak Presiden kita," ujar Renny.
Baca juga: Dokter Paru Ungkap Alasan Perokok Lebih Rentan Terkena Covid-19
Namun, ia mengakui bahwa kenaikan harga rokok tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu sekejap.
"Thailand itu membutuhkan 10-20 tahun untuk sampai harga rokok seperti ini sekitar Rp 50.000 per bungkus," ujar Renny.
"Australia butuh totally sampai pengendalian rokok ini sampai 40 tahun sampai harga rokoknya Rp 100.000 per bungkus," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.