JAKARTA, KOMPAS.com- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia, Kamis (3/9/2020).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penyidik mendalami dugaan penerimaan uang atau cashback saat memeriksa Budiman hari ini.
"Penyidik mengkonfirmasi keterangan saksi dalam kapasaitasnya saat masih menjabat selaku Direktur Niaga PT DI terkait dengan dugaan peran dan penerimaan cashback dari para mitra penjualan," kata Ali, Kamis.
Baca juga: Periksa Eks Dirut PT DI sebagai Tersangka, KPK Gali Penerimaan Uang
Ali menuturkan, Budiman diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Santoso yang merupakan eks Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia.
Dalam konstruksi perkara kasus ini, Budiman yang pernah menjabat sebagai Direktur Aerospace PT DI diduga menerima uang senilai Rp 96 miliar bersama sejumlah direktur PT DI lainnya.
"Terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima pejabat PT Dirgantara Indonesia di antaranya tersangka BS, Tersangka IRZ, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Jumat (12/6/2020).
Selain Budiman, penyidik juga memeriksa Andi Sukandi yang merupakan mantan sales PT DI yang dipekerjakan sebagai karyawan mitra penjualan pada saat tindak pidana terjadi.
"Penyidik mendalami keterangan saksi terkait penghubung pihak PT DI dan pihak mitra penjualan dalam hal pembuatan kontrak dan pembayaran," ujar Ali.
KPK menetapkan eks Dirut PT DI Budi Santoso dan eks Asisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zaini sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI.
Dalam kasus ini, Budi dan Irzal diduga telah merugikan keuangan negara senilai Rp 205,3 miliar dan 8,65 juta dollar AS karena melakukan penjualan dan pengadaan fiktif.
Baca juga: Kasus Korupsi PT DI, Dirut PT PAL Kembali Dipanggil KPK
Uang tersebut merupakan uang yang dibayarkan PT DI kepada enam perusahaan mitra atau agen yang bekerja sama dengan PT DI meski mitra atau agen itu tidak pernah melakukan pekerjaannya.
"Seluruh mitra yang seharusnya melakukan pengerjaan, tetapi tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera di dalam surat perjanjian. Itulah kita menyimpulkan bahwa terjadi pengerjaan fiktif," kata Firli.
Atas perbuatannya, Budi dan Irzal dijerat Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.