JAKARTA, KOMPAS.com – Memasuki bulan keenam pandemi Covid-19 di Tanah Air, penanganan pemerintah masih jauh dari harapan publik.
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ternyata tidak cukup jadi solusi bagi Indonesia menuntaskan pandemi Covid-19 serta dampak-dampak yang mengikutinya.
Hal ini setidaknya terlihat dari perkembangan kasus Covid-19 selama enam bulan ini.
Sejak Maret hingga September, grafik jumlah kasus positif baru terus meningkat tanpa menunjukkan tanda-tanda akan segera melandai.
Baca juga: Pelonggaran Kebijakan Dinilai Berpotensi Tingkatkan Kasus Covid-19
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan, positivity rate Covid-19 Indonesia pada Agustus 2020 merupakan yang paling tinggi sejak April, yaitu sebesar 15,3 persen.
Sementara itu, berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 hingga 1 September 2020, total kumulatif kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 177.571 dengan persentase kematian 4,2 persen dan kesembuhan 72,1 persen.
Di saat bersamaan, kondisi perekenomian nasional di masa pandemi ini pun memburuk. Pada Kuartal II 2020, perekonomian Indonesia minus 5,32 persen. Selangkah lagi menuju resesi ekonomi.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengakui, saat ini Indonesia berada di ambang resesi.
Baca juga: Akurasi Data Dibutuhkan dalam Terapkan Kebijakan Penanggulangan Dampak Covid-19
Berikut catatan Kompas.com tentang kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
1. Perppu Nomor 1/2020 Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Covid-19
Pada Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease dan/ atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu 1/2020 kemudian disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pada 13 Mei 2020. Padahal, perppu tersebut ramai dikritik berbagai pihak, bahkan hingga digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri, menyatakan Perppu 1/2020 tidak memiliki pendekatan yang mencirikan kebutuhan spesifik terhadap penanganan Covid-19.
Baca juga: Pemerintah Diminta Bikin Kebijakan untuk Tingkatkan Kepatuhan Protokol Kesehatan
"Dalam Perppu ini, tidak tergambar secara jelas bagaimana public health policy yang diharapkan masyarakat dalam menanggulangi pandemi Covid-19," ujar Mustafa, Selasa (12/5/2020).
Catatan lain yang diberikan terhadap Perppu, di antaranya dianggap meniadakan kehadiran rakyat dalam pembuatan APBN.