JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi III DPR Herman Hery berharap revisi UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi makin memperkuat posisi MK sebagai pengawal konstitusi.
Herman mengatakan RUU MK yang telah disepakati DPR dan pemerintah ini bertujuan agar proses rekrutmen hakim konstitusi dilakukan secara transparan dan akuntabel.
"Secara khusus di RUU ini, DPR bersama pemerintah menyetujui agar proses rekrutmen hakim MK di masing-masing lembaga negara, yakni Presiden, DPR, dan MA, mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas agar masyarakat bisa bersama-sama melakukan pengawasan terhadap proses rekrutmen tersebut," ujar Herman, Senin (31/8/2020).
Baca juga: Ini Alasan Komisi III Ajukan Revisi UU tentang Mahkamah Konstitusi
Ia menyebut, hakim konstitusi memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga konstitusi demi tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum.
Menurut Herman, RUU MK ini pun menjamin fungsi kekuasaan hakim yang merdeka sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya.
"Melalui RUU ini harapannya dapat memperkuat posisi Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Konstitusi, khususnya dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman yang merdeka, mempunyai peranan penting guna menegakkan keadilan dan prinsip negara hukum sesuai kewenangan dan kewajibannya," tuturnya.
Melalui rapat pembahasan tingkat I hari ini, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengesahkan RUU MK.
Pemerintah diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menpan RB Tjahjo Kumolo. Selain itu hadir perwakilan Mahkamah Konstitusi.
Substansi yang menjadi pembahasan dalam RUU MK di antaranya adalah mengenai kedudukan, susunan, dan kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Kemudian, mengenai usia minimal, syarat dan tata cara seleksi hakim konstitusi, penambahan ketentuan baru mengenai unsur majelis kehormatan di Mahkamah Konstitusi.
Sebelumnya, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Agil Oktaryal menilai, pembahasan RUU MK secara cepat dan tertutup mencederai semangat reformasi.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Sepakat Sahkan RUU Mahkamah Konstitusi dalam Rapat Paripurna
Sebab, menurut Agil, MK lahir atas keinginan masyarakat pada era reformasi, sehingga aspirasi masyarakat terhadap pembahasan revisi UU MK saat ini juga harus dengar pemerintah ataupun DPR.
Namun, lanjut dia, aspirasi masyarakat terkait pembahasan revisi UU MK ini justru tidak didengar.
"Bahwa proses yang cepat kilat dan tertutup itu tentunya mencederai semangat reformasi yang mana kita ketahui bahwa Reformasi '98 itu kan menginginkan kehadiran dari Mahkamah Konstitusi," kata Agil melalui telekonferensi, Jumat (28/8/2020).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.