Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bawaslu Sebut Dinasti Politik Berpotensi Langgar Aturan Politik

Kompas.com - 27/08/2020, 17:14 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, dinasti politik masih berpotensi terjadi di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Ada sejumlah nama kerabat pejabat negara yang digadang-gadang mencalonkan diri pada Pilkada tahun ini. Seperti putri Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Pikada Tangerang Selatan, putra Presiden Joko Widodo di Pilkada Solo, dan menantu Presiden Bobby Nasution di Pilkada Medan.

Ada juga keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati di Pilkada Tangerang Selatan. 

Baca juga: Tepis Isu Dinasti Politik, PDI-P: Gibran Berkompetisi di Internal Partai

Ratna menyebut, calon kepala daerah yang memiliki relasi kekuasaan atau dinasti politik berpotensi melakukan sejumlah pelanggaran aturan Pilkada.

"Ada beberapa potensi yang bisa terjadi dengan adanya dinasti dalam pemilihan kepala daerah," kata Ratna dalam sebuah diskusi daring, Kamis (27/8/2020).

Pelanggaran yang Ratna maksud misalnya pemanfaatan anggaran, fasilitas, atau program pemerintah yang berkuasa untuk mendukung kerabatnya yang tengah mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Baca juga: Istrinya Dapat Rekomendasi PDI-P di Pilkada, Bupati Sleman Bantah Tudingan Dinasti Politik

Menurut Ratna, kandidat yang punya relasi kuat dengan kekuasaan akan lebih mudah mengakses atau memanfaatkan program pemerintah demi mendapat keuntungan di Pilkada.

Selain itu, terbuka kemungkinan bagi kandidat tersebut untuk memobilisasi aparatur sipil negara (ASN).

"Dengan kekuasaan yang dimiliki tentu akan memudahkan akses untuk memanfaatkan kegiatan program dan mendorong memobilisasi aparatur sipil negara dan struktur birokrasi," ujar Ratna.

"Bukan hanya di tingkat provinsi, bisa sampai pada level paling bawah yaitu camat bahkan lurah dan kepala desa," tuturnya.

Menurut Ratna, Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur sanksi bagi pejabat pemerintahan yang terbukti memanfaatkan kekuasan untuk membantu kerabatnya yang tengah mencalonkan diri di Pilkada.

Sanksinya bisa berupa pidana, atau bahkan pemungutan suara ulang

"Yang memegang kekuasaan atau yang sedang menjabat saat ini tidak mencalonkan diri lagi tetapi memiliki hubungan kekerabatan dengan bakal calon dan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya maka bisa dilakukan sanksi pidana," ujar Ratna.

"Lalu bisa dilakukan pemungutan suara ulang," lanjut dia.

Untuk mengantisipasi terjadinya pelanggaran oleh calon kepala daerah yang memiliki relasi kekuasaan Bawaslu bekerja sama dengan sejumlah pihak terkait seperti Kementerian Dalam Negeri, Komisi ASN (KASN), kepolisian, hingga kejaksaan.

Baca juga: Peneliti Ini Sebut Mayoritas Kandidat Dinasti Politik Menang di 3 Pilkada Terakhir

"Berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan anggaran program kegiatan yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi yang bisa juga menjadi salah satu sumber dana kampanye pada pelaksanaan Pilkada 2020 kami bekerjasama dengan KPK dan juga dengan PPATK," kata Ratna.

Untuk diketahui, Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September. Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com