Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kentalnya Perilaku Patriarki di DPR Dinilai Hambat Pengesahan RUU PKS

Kompas.com - 12/08/2020, 13:19 WIB
Sania Mashabi,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kentalnya perilaku patriarki dinilai menjadi salah satu faktor penghambat pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Perilaku patriarki menempatkan posisi sosial laki-laki lebih tinggi daripada perempuan.

Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) Luluk Nur Hamidah menilai, masih banyak anggota fraksi di DPR yang menganut paham tersebut.

"Kalau enggak mau (bahas RUU PKS) kita bisa tracking, oh memang dari garis ideologi partainya memang seperti itu. Jadi ini ada ideologi menurut saya, antara lain ideologi patriarki memang kuat," kata Luluk kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2020).

Baca juga: Kaukus Perempuan Parlemen: Pengesahan RUU PKS Tak Mudah karena Ada Pertarungan Ideologi

Ia mengatakan, pemahaman semacam itu di jajaran pemimpin partai akan sangat berbahaya, terutama dalam proses pengambilan kebijakan.

Meskipun, lanjut Luluk, ada juga anggota fraksi yang mendukung kebijakan RUU PKS atau kebijakan lain yang berperspektif gender.

"Tetapi apa hendak dikata karena memang secara institusi partainya memang tidak mendukung nah partai ini kan tangannya di fraksi itu," ujarnya.

Baca juga: PKS Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual karena Isinya Bersifat Liberal

 

Luluk menambahkan, RUU PKS juga kerap dijadikan alat untuk menaikkan elektoral partai.

Salah satu caranya dengan melontarkan isu-isu yang tidak benar terkait substansi RUU PKS untuk mendapatkan simpati masyarakat.

"Nah ini yang kemudian repot, orang mencoba mendapatkan simpati dari publik dengan cara-cara mengintroduksi hal-hal yang sifatnya agak berbau kebohongan terkait dengan RUU ini," ungkapnya.

"Jangan kemudian orang bermain-main dengan label-label, istilah-istilah, frasa-frasa keagamaan yang sebenarnya ini tujuannya hanya untuk elektoral semata. Ini yang sebenarnya harus kita lawan," tegas Luluk.

Baca juga: Ini Alasan PKS Tolak Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Diberitakan sebelumnya, RUU PKS dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Polegnas) Prioritas 2020.

Hal itu terjadi saat Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat evaluasi Prolegnas Prioritas 2020 dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7/2020). .

Berdasarkan hasil rapat, ada 16 RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020, 4 RUU tambahan dari DPR dan pemerintah, serta 2 RUU yang diganti dengan RUU yang lain.

Salah satu RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas, yakni RUU PKS. Usulan penarikan ini sebelumnya diajukan oleh Komisi VIII.

Baca juga: Timus RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dibentuk, PKS Menolak

Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS saat ini sulit dilakukan.

Dihubungi seusai rapat, ia menjelaskan, kesulitan yang dimaksud dikarenakan lobi-lobi fraksi dengan seluruh fraksi di Komisi VIII menemui jalan buntu.

Marwan mengatakan, sejak periode lalu pembahasan RUU PKS masih terbentur soal judul dan definisi kekerasan seksual. Selain itu, aturan mengenai pemidanaan masih menjadi perdebatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com