JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) menuai kritik dari berbagai pihak.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menilai, peralihan status pegawai KPK menjadi ASN akan mengikis nilai-nilai independensi KPK.
"Yang pertama, sudah pasti nilai independensi KPK akan semakin terkikis. Peraturan Pemerintah tersebut sebenarnya menjadi efek domino, menambah kerusakan dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019," kata Kurnia dalam sebuah diskusi virtual, Senin (10/8/2020).
Baca juga: ICW Nilai Independensi KPK Kian Terkikis Setelah Pegawai Jadi ASN
Menurut Kurnia, keberanian KPK dalam menindak kasus korupsi menjadi sulit diharapkan karena sudah masuk dalam rumpun eksekutif.
Selain itu, kasus-kasus yang ditangani oleh KPK juga dapat terganggu di tengah jalan dengan berubahnya status pegawai KPK menjadi ASN.
"Hal ini karena ketika pegawai KPK menjadi bagian dari ASN maka kapan saja mereka dapat dipindahkan ke lembaga negara lain," ujar Kurnia.
Baca juga: KPK Akan Susun Peraturan soal Alih Status Pegawai, Libatkan Kementerian dan Lembaga
Ia menambahkan, perubahan status pegawai ini juga dapat mengurangi independensi penyidik KPK. Sebab, penyidik akan berubah status menjadi penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), di bawah koordinasi dan pengawasan Kepolisian.
"Jadi kita akan sulit menilai KPK akan objektif dengan adanya Undang-undang 19 tahun 2019 utamanya terkait dengan alih status pegawai KPK," kata Kurnia.
Kemunduran sistem penggajian
Mantan Komisioner KPK Laode M Syarif turut mengkritik PP 41/2020 yang mengubah sistem penggajian KPK dari single salary system menjadi metode penggajian yang memisahkan gaji pokok dan tunjangan.
"Bukannya mengikuti sistem penggajian yang sudah benar, yang seperti KPK, malah yang sudah bagus itu diubah menjadi sistem penggajian yang bermasalah," kata Laode.
Baca juga: Rawan Korupsi, Laode Kritik Perubahan Sistem Penggajian Pegawai KPK
Menurut Laode, model yang memisahkan gaji pokok dengan berbagai tunjangan justru akan sulit dikontrol dan dapat menimbulkan korupsi.
Pasalnya, selain gaji pokok, ada tunjangan, honor, uang kepanitiaan, uang perjalanan dinas, dan penerimaan-penerimaan lainnya.
"Model penggajian ASN itu rawan korupsi dan ukurannya tidak jelas," ujar Laode.
Secara terpisah, pengajar Fakultas Ekonomi dan Binis Universitas Gadjah Mada Rimawan Supriyapto mengaku khawatir sistem penggajian tersebut akan memicu para pegawai KPK mencari honor tambahan untuk menebalkan pendapatan.