JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah dan DPR terbuka kepada publik terkait pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam Mengatasi Aksi Terorisme.
Desakan ini muncul seiring rancangan tersebut akan memasuki pembahasan di DPR.
"Kami mendesak kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan pembahasan rancangan Perpres tersebut secara terbuka," ujar peneliti sekaligus Direktur Imparsial, Al Araf dalam keterangan tertulis, Minggu (2/8/2020).
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Kontras, Imparsial, Elsam, dan PBHI.
Baca juga: Draf Perpres Pelibatan TNI Berantas Terorisme Dinilai Banyak Penyimpangan
Kemudian Setara Institute, HRWG, YLBHI, Public Virtue Institute , ICW, LBH Pers, LBH Jakarta, ICJR, Perludem, dan Pilnet Indonesia.
Araf menyebut, bahwa rancangan Perpres tersebut telah menimbulkan kontroversi karena adanya penolakan dari masyarakat sejak kali pertama digulirkan melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Penolakan itu sendiri berasal dari petisi yang dikeluarkan oleh akademisi, aktivis mahasiswa, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Menurut Araf, penolakan muncul karena rancangan aturan tersebut diyakini dapat mengancam kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia.
Alasannya, karena rancangan tersebut memberikan kewenangan yang luas dan berlebih kepada TNI dalam mengatasi aksi terorisme.
Baca juga: Pembahasan Rancangan Perpres Pelibatan TNI Berantas Terorisme Didesak Terbuka
"Dalam konteks itu, seharusnya pemerintah dan DPR sungguh-sungguh mengakomodasi masukan masyarakat," tegas dia.
Dengan demikian, draf rancangan yang sudah selesai itu sebaiknya disampaikan langsung oleh pemerintah dan DPR kepada masyarakat.
"Pemerintah dan DPR tidak boleh menutup-nutupi rancangan Perpres yang telah selesai tersebut dari masyarakat," tegas dia.
Lebih lanjut Al Araf mengatakan, setidaknya ada enam prinsip yang harus menjadi landasan Perpres pelibatan TNI atasi Aksi Terorisme.
"Pertama, tugas TNI dalam menjalankan tugas operasi militer, selain perang, untuk mengatasi aksi terorisme, fungsinya hanya penindakan," jelas Araf.
Menurut Araf, fungsi penindakan tersebut hanya bersifat terbatas. Misalnya, untuk menangani pembajakan pesawat, kapal, atau terorisme di dalam kantor perwakilan negara sahabat.