Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Etty Toyib di Arab Saudi, Menlu Retno Ingatkan Pentingnya Memahami Hukum Negara Lain

Kompas.com - 30/07/2020, 14:55 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengingatkan pentingnya memiliki pemahaman hukum yang berlaku di suatu negara, salah satunya di Arab Saudi.

Hal itu, kata dia, penting dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya kasus seperti Etty binti Toyib, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang pernah didakwa hukuman mati oleh pemerintah Arab Saudi.

"Penting sekali buat kita untuk menguatkan aspek pencegahan, preventif seperti pemahaman yang baik mengenai hukum setempat. Ini terutama bagi WNI kita yang bekerja di negara-negara seperti di Arab Saudi," kata Retno melalui telekonferensi, Kamis (30/7/2020).

Retno menilai, memahami hukum di suatu negara sangat penting untuk dilakukan oleh warga negara Indonesia yang ingin tinggal atau bekerja di luar negeri.

Baca juga: Menlu Pastikan Etty Toyib dan Tiga ABK Korban Sandera di Perairan Gabon Sehat

Ia pun juga berharap negara lain bisa mengerti dan memahami hukum di Indonesia.

"Sebagaimana juga kita mengharapkan juga orang lain memahami dan melakukan atau menaati hukum di tempat kita," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, Etty binti Toyib telah bebas dari hukuman mati. Ia lolos dari hukuman setelah didakwa membunuh majikannya Faisal al-Ghamdi pada 2001 lalu.

"Etty Toyyib lolos dari hukuman mati setelah membayar diyat tebusan 4 juta riyal atau Rp 15,5 miliar rupiah dan setelah mendekam di penjara selama 20 tahun," kata Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh melalui keterangan tertulis, Senin (6/7/2020).

Agus mengatakan, proses pembebasan berlangsung sangat alot karena pihak keluarga Faisal ingin Etty mendapat hukuman mati atau qisas.

Baca juga: Tiba di Indonesia, Etty Toyib TKI yang Lolos Hukuman Mati di Arab Saudi Positif Covid-19

Namun pada akhirnya, setelah bernegosiasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh keluarga Faisal setuju untuk menerima diyat tebusan Rp 15,5 miliar.

"18 tahun berikutnya dengan melewati negosiasi yang panjang dan alot, keluarga majikan bersedia memaafkan dengan meminta diyat tebusan," ujarnya.

Uang diyat tebusan tersebut, kata Agus, didapat dari sumbangan berbagai pihak di Tanah Air.

Di antaranya, Lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama yang telah memberikan sumbangan sebesar Rp 12,5 miliar atau 80 persen dari jumlah diyat tebusan.

Serta pihak lain dermawan santri, kalangan pengusaha, birokrat, politisi, akademisi, masyarakat Jawa Barat dan komunitas filantropi. Dana dikumpulkan selama tujuh bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com