JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu mengatakan, harga rokok di Indonesia lebih mahal dibanding di Thailand, Vietnam, Filipina dan China.
Namun, kata dia, harga rokok di Indonesia lebih murah dibandingkan Malaysia ataupun Singapura.
"Nah Malaysia itu lebih mahal, kita sudah lebih mahal dari pada Thailand, Vietnam, Filipina, bahkan China," kata Febrio dalam Webinar Hari Anak Nasional bertajuk 'Anak Terlindungi, Indonesia Maju, Melalui Kenaikam Cukai, Tembakau dan Penerapan Kawasan Tanpa Rokok', Senin (27/7/2020).
Baca juga: Kepala BKF: Kita Harus Buat Rokok Itu Tidak Murah bagi Anak-anak...
Menurut Febri, pemerintah berkomitmen untuk terus menaikan harga rokok.
Sejak 2013, lanjut dia, harga rokok cenderung semakin mahal. Ditambah produksinya yang menurun dalam kurun waktu 2013-2018.
Namun, disebutkannya, pada 2019 suasana perekonomian kurang kondusif untuk menaikkan cukai dan seperti diprediksi, produksi rokok kembali melonjak.
Meski demikian, kata dia, kecenderungan produksi rokok menurun sejak 2013 hingga saat ini.
"Inilah bukti konsistensi kebijakan pemerintah untuk membuat harga rokok itu semakin relatif mahal supaya anak-anak semakin tidak bisa menjangkau," ungkapnya.
Ia pun mengingatkan, untuk mencegah adanya perokok di bawah umur diperlukan bantuan pendidikan orang tua.
"Ini juga masalah gaya hidup, masalah disiplin keluarga, masalah teladan dari orang tua. Masalah pendidikan," ucap Febrio.
Baca juga: YLKI Duga Ada Upaya Mengaburkan Pesan Peringatan Kesehatan di Bungkus Rokok
Sebelumnya, Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC), Dr Sumarjati Arjoso SKM mengatakan, kondisi konsumsi rokok di Indonesia sangat memperihatinkan.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, proporsi penduduk yang mengonsumsi tembakau berbentuk hisap dan kunyah pada laki-laki mencapai sebesar 62,9 persen dan perempuan sebesar 4,8 persen.
Proporsi data pada tahun 2018 menunjukkan pengurangan persentasi jumlah laki-laki yang mengonsumsi tembakau daripada tahun 2016, yaitu sebesar 68,1 persen.
Namun perlu dilihat juga, proporsi jumlah konsumsi tembakau oleh perempuan di tahun 2016 hanya sebesar 2,5 persen.
Baca juga: Kepala BKF: Tren Harga Rokok Akan Semakin Mahal
"Itu artinya ada kecenderungan meningkat (konsumsi tembakau oleh perempuan)," kata Sumar dalam diskusi bertajuk Upaya Advokasi Kebijakan Berbasis Data Guna Melindungi Anak dan Remaja Jadi Target Industri Rokok, Rabu (17/6/2020).
Kata Sumar, perokok di usia anak-anak hingga remaja juga sungguh memperihatinkan.
Hal itu dikarenakan, pada usai remaja terjadi peningkatan perokok sebesar 0,7 persen pada usia 10 hingga 14 tahun. Serta, peningkatan sebesar 1,4 persen pada usia remaja 15-19 tahun.
Jadi, secara keseluruhan data per tahun 2018 konsumsi rata-rata tembakau hisap dan kunyah pada usia 15 tahun ke atas adalah sebesar 33,8 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.