JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu memastikan, tren harga rokok akan semakin mahal.
Ini merupakan salah satu cara mencegah anak di bawah umur merokok.
"Harga ini sebenarnya hanya salah satu (cara pencegahan perokok di bawah umur), tetapi paling tidak secara kebijakannya, untuk masalah harga kita pastikan bahwa ini trennya terus semakin mahal," kata Febrio dalam Webinar Hari Anak Nasional bertajuk "Anak Terlindungi, Indonesia Maju, Melalui Kenaikam Cukai, Tembakau dan Penerapan Kawasan Tanpa Rokok", Senin (27/7/2020).
Baca juga: Kepala BKF: Kita Harus Buat Rokok Itu Tidak Murah bagi Anak-anak...
Ia mengatakan, kenaikan harga rokok menjadi salah satu cara pemerintah untuk mencegah munculnya perokok di bawah umur.
Menurut Febrio, sejak 2013 harga rokok cenderung semakin mahal. Ditambah produksinya yang menurun dalam kurun waktu 2013-2018.
Namun, kata dia, pada 2019 suasana perekonomian kurang kondusif untuk menaikkan cukai dan seperti diprediksi, produksi rokok kembali melonjak.
Meski demikian, kecenderungan produksi rokok menurun sejak 2013 hingga saat ini.
"Inilah bukti konsistensi kebijakan pemerintah untuk membuat harga rokok itu semakin relatif mahal supaya anak-anak semakin tidak bisa menjangkau," ujar dia.
Febrio pun mengingatkan, diperlukan peran orangtua dalam mencegah perokok di bawah umur.
Sebab, menurut dia, hal ini juga berkaitan dengan gaya hidup, termasuk penerapan disiplin di keluarga dan teladan orangtua.
Sebelumnya, Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC) Dr Sumarjati Arjoso SKM mengatakan, kondisi konsumsi rokok di Indonesia sangat memperihatinkan.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, proporsi penduduk yang mengonsumsi tembakau berbentuk hisap dan kunyah pada laki-laki mencapai sebesar 62,9 persen dan perempuan sebesar 4,8 persen.
Baca juga: YLKI Duga Ada Upaya Mengaburkan Pesan Peringatan Kesehatan di Bungkus Rokok
Proporsi data pada tahun 2018 menunjukkan pengurangan persentasi jumlah laki-laki yang mengonsumsi tembakau daripada tahun 2016, yaitu sebesar 68,1 persen.
Namun, perlu dilihat juga, proporsi jumlah konsumsi tembakau oleh perempuan di tahun 2016 hanya sebesar 2,5 persen.
"Itu artinya ada kecenderungan meningkat (konsumsi tembakau oleh perempuan)," kata Sumar dalam diskusi bertajuk Upaya Advokasi Kebijakan Berbasis Data Guna Melindungi Anak dan Remaja Jadi Target Industri Rokok, Rabu (17/6/2020).
Kata Sumar, perokok di usia anak-anak hingga remaja juga sungguh memperihatinkan.
Baca juga: Mencegah Terjadinya 13 Juta Perkawinan Anak di Indonesia...
Hal itu dikarenakan, pada usai remaja terjadi peningkatan perokok sebesar 0,7 persen pada usia 10 hingga 14 tahun.
Selain itu, peningkatan sebesar 1,4 persen pada usia remaja 15-19 tahun.
Jadi, secara keseluruhan data per tahun 2018 konsumsi rata-rata tembakau hisap dan kunyah pada usia 15 tahun ke atas adalah sebesar 33,8 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.