JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay khawatir uji klinis vaksin Covid-19 Sinovac hanya dijadikan bisnis antara Pemerintah Indonesia dan China.
Sebab, uji klinis vaksin ini dilakukan dengan pendekatan business to business (B2B), bukan government to government (G2G).
"Persoalannya ini apakah business to business. Ini yang tadi concern saya itu adalah didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan atau tidak," kata Saleh dalam diskusi yang digelar secara daring, Minggu (26/7/2020).
Baca juga: Selain China, Ini 2 Mitra Indonesia dalam Pengembangan Vaksin Covid-19
Saleh khawatir, jika digunakan dengan pendekatan B2B, vaksin ini hanya dijadikan bisnis dan menghilangkan nilai-nilai kemanusiaan.
"Karena ini kan Covid-19 ini kan musuh bersama, musuh kemanusiaan itu yang harus ditekankan bukan uangnya, ini bukan persoalan uang," tuturnya.
Apalagi, dengan jumlah penduduk Indonesia yang begitu banyak, pengadaan vaksin Covid-19 bisa menjadi bisnis besar.
"Jika 270 juta (penduduk Indonesia) ini nanti dikasih vaksin misalnya katakan seperti itu, bayangkan betapa besar misalnya bisnis yang sedang berjalan di Indonesia ini," ucap Saleh.
Baca juga: Indonesia Diperkirakan Butuh Rp25 Triliun-30 Triliun untuk Vaksin Covid-19
Alih-alih mengimpor vaksin dari China dalam jumlah besar, Saleh justru mendorong pemerintah memaksimalkan pembuatan vaksin Covid-19 dalam negeri.
Dalam rapat antara Komisi IX dengan pemerintah beberapa waktu lalu, Saleh menyebut bahwa Menristekdikti dan Menteri Kesehatan sempat menyampaikan sejumlah lembaga tengah melakukan penelitian vaksin Covid-19.
Disampaikan pula bahwa vaksin tersebut rencananya bakal siap pada awal Januari 2021 mendatang.
"Kenapa harus mengambil dari sana kan, kita juga nanti tinggal lima bulan ke depan itu sudah mau jadi (vaksin buatan Indonesia). Kan bulan Januari mau dirilis, sementara yang ini (vaksin Sinovac) pun kalau misal dilakukan nanti kurang lebih Januari juga," kata Saleh.
Baca juga: Pentingnya Indonesia Memiliki Vaksin Covid-19 Buatan Sendiri