Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly Asshiddiqie: Tidak Patut Presiden Tak Tandatangani UU KPK Hasil Revisi

Kompas.com - 06/07/2020, 18:30 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, tidak patut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak menandatangani Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Hal ini dikatakan Jimly terkait ucapan Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Padjajaran Bagir Manan yang mempertanyakan alasan Presiden Jokowi sampai saat ini belum menandatangani UU KPK hasil revisi.

"Sangat tidak patut bahwa itu tidak disahkan oleh presiden. Orang ide-nya dari presiden, inisiasinya dari presiden, DPR setuju, loh kok malah enggak diteken," kata Jimly dalam diskuai online bertajuk 'Mengkritisi UU Tanpa Tandatangan Presiden Mengukur Kebijakan Pembentukan UU dari Sisi Etika dan Moral, Senin (6/7/2020).

Baca juga: Eks Ketua MA Nilai Revisi UU KPK Langgar Azas Pembentukan Perundangan yang Baik

Jimly mengatakan tidak ditandatanganinya UU KPK hasil revisi adalah persoalan yang serius. Tindakan tersebut, menurut dia, tidak sesuai dengan etika dan kepatutan konstitusional.

"Jadi ini persoalan serius ini bukan hanya soal sepele. Ini menyangkut soal kepatutan konstitusional," ujarnya.

Sebelumnya, seperti dikutip dari Tribunnews.com, Bagir Manan mempertanyakan mengapa Presiden Joko Widodo tidak menandatangani UU KPK tersebut.

Pernyataan itu dikatakan Bagir saat menjadi ahli sidang uji formil dan materil Undang-Undang KPK di ruang sidang pleno lantai II, Gedung MK, Rabu, (24/6/2020).

"Sudah disetujui, tetapi tidak ditandatangani. Pertanyaan lebih jauh, presiden tidak tanda tangan berarti ada sesuatu yang tidak disetujui oleh presiden?" ujar Bagir Manan.

Baca juga: Sidang Uji Materi, Ahli Singgung soal Kuorum Rapat Revisi UU KPK di DPR

Menurut dia, sikap presiden tidak menandatangani draft revisi UU KPK tidak sesuai praktik etika ketatanegaraan.

Meskipun, kata dia, pada umumnya presiden mengesahkan undang-undang yang sudah disepakati bersama antara pemerintah dengan DPR.

Dia menilai, tidak adanya tandatangan presiden sebagai sesuatu anomali yang tidak sesuai dengan asas atau prinsip umum pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.

"Keputusan Presiden membiarkan Rancangan Undang-Undang KPK menjadi undang-undang tanpa pengesahan, semestinya disertai alasan-alasan yang dapat diketahui publik. Karena kalau sudah disetujui DPR itu sudah kehendak rakyat, dia mempunyai kewajiban untuk mengikuti kehendak rakyat," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

Nasional
Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Tak Dukung Anies Maju Pilkada DKI, PKS: Beliau Tokoh Nasional, Jangan Kembali Jadi Tokoh Daerah

Nasional
Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Zulhas Ungkap Arahan Prabowo soal Buka Pintu Koalisi

Nasional
Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Menpan-RB Minta Pemprov Kalbar Optimalkan Potensi Daerah untuk Wujudkan Birokrasi Berdampak

Nasional
Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Prabowo Mau Kasih Kejutan Jatah Menteri PAN, Zulhas: Silakan Saja, yang Hebat-hebat Banyak

Nasional
Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Selain Bima Arya, PAN Dorong Desy Ratnasari untuk Maju Pilkada Jabar

Nasional
Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Perkecil Kekurangan Spesialis, Jokowi Bakal Sekolahkan Dokter RSUD Kondosapata Mamasa

Nasional
Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com