Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian SPD: Mayoritas Pemilih Mau Menerima Uang dari Peserta Pilkada

Kompas.com - 02/07/2020, 18:45 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil penelitian Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) menunjukkan, mayoritas masyarakat Indonesia mengaku mau menerima politik uang (vote buying) saat gelaran pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Dari 440 responden penelitian, sebanyak 60 persen responden mengaku bersedia jika hak suaranya dibeli peserta Pilkada dengan nominal tertentu.

Penelitian itu dilakukan pada Januari hingga Maret 2020 dengan responden yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan yang melaksanakan Pilkada tahun ini. Margin of error pada penelitian ini sebesar 4,47 persen.

Baca juga: Bawaslu RI Waspadai Politik Uang Saat Pilkada Tangsel 2020 Digelar di Tengah Pandemi Covid-19

“Rata-rata sekitar 60 persen pemilih ketika ditawari politik uang dari kandidat beserta perangkat turunannya mengaku akan menerima," kata Peneliti SPD Dian Permata dalam konferensi pers daring yang digelar Kamis (2/7/2020).

SPD menemukan tiga alasan masyarakat mau menerima uang. Sebanyak 35 sampai 46 persen responden berpandangan bahwa menerima uang adalah rezeki yang tidak bisa ditolak.

Kemudian, 25 hingga 30 persen responden menyebut uang itu sebagai kompensasi karena pada hari pencoblosan pemilih tidak bekerja.

Lalu, sebanyak 9 sampai 16 persen responden mengaku menerima uang tersebut untuk menambah kebutuhan sehari-hari.

Baca juga: Bawaslu Sebut Politik Uang dan Netralitas ASN Masuk Indeks Kerawanan Pilkada 2020

Dian mengatakan, vote buying tidak hanya berbentuk uang, tetapi juga bisa berupa barang. Namun, penelitian menemukan bahwa mayroitas responden yakni 64 sampai 76 persen memilih uang ketimbang barang.

Di Pulau Sumatera dan Kalimantan, besaran uang vote buying berkisar antara Rp 51.000-100.000. Sedangkan di Pulau Jawa lebih dari Rp 100.000.

Sementara itu, jika vote buying berbentuk barang, kandidat kepala daerah biasanya akan memberi sembako, bibit/pupuk/alat pertanian dan perikanan, dan lainnya kepada pemilih.

Namun demikian, menurut Dian, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua pemilih mau memberikan suaranya pada kandidat yang memberinya uang.

"Besaran efektifitas vote buying yang ditawari oleh kandidat atau yang diterima pemilih hingga mau menerima ajakan untuk memilih si kandidat di Sumatera 57 persen, ini sangat berpengaruh, Kalimantan 60 persen, dan 50 persen di Jawa," kata Dian.

Baca juga: Politik Uang Lumrah di Indonesia

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menegaskan bahwa politik uang secara tegas dilarang dalam undang-undang.

Pasal 73 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada melarang calon kepala daerah atau tim kampanyenya menjanjikan atau memberikan uang mempengaruhi pemilih.

Calon yang terbukti melanggar ketentuan ini bakal dikenai sanksi sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sanksinya bisa berupa pidana hingga diskualifikasi.

Abhan menyebut bahwa pencegahan dan penanggulangan politik uang bukan hanya menjadi tanggung jawab pihaknya saja sebagai penyelenggara pemilu, tapi seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat.

"Ancaman money politic merupakan racun demokrasi, itu jelas menjadi racun yang akan merusak sendi bernegara dan demokrasi," ujar Abhan.

"Urusan bernegara dan demokrasi bukan hanya tanggung jawab penyelenggara pemilu semata namun menjadi tanggung jawab seluruh pihak," katanya lagi.

Untuk diketahui, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) merupakan lembaga yang berfokus pada isu-isu kepemiluan dan demokratisasi. Lembaga ini dipimpin oleh August Mellaz sebagai direktur eksekutif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

ICW Dorong Polda Metro Dalami Indikasi Firli Bahuri Minta Rp 50 M Ke SYL

Nasional
Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Sertijab 4 Jabatan Strategis TNI: Marsda Khairil Lubis Resmi Jabat Pangkogabwilhan II

Nasional
Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Hasto Beri Syarat Pertemuan Jokowi-Megawati, Relawan Joman: Sinisme Politik

Nasional
Menerka Nasib 'Amicus Curiae' di Tangan Hakim MK

Menerka Nasib "Amicus Curiae" di Tangan Hakim MK

Nasional
Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Sudirman Said Akui Partai Koalisi Perubahan Tak Solid Lagi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com