JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertahanan (Kemhan) menginginkan adanya peningkatan ketahanan pangan guna mengantisipasi munculnya serangan wabah penyakit di masa depan.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sakti Wahyu Trenggono dalam keterangan tertulis usai mengikuti webinar "Penguatan Pangan & Kesehatan Rakyat Sebagai Basis Ketahanan Negara Pasca Pandemi" yang digelar IA ITB Jawa Timur, Kamis (18/6).
"WHO menyatakan virus baru itu terus bermunculan. Jadi, seandainya pandemi Covid-19 ini usai, tak menjamin di masa depan wabah penyakit baru tak muncul. Karena itu indikator ketahanan pangan harus kita tingkatkan di masa depan untuk mengantisipasi serangan wabah penyakit," ujar Wahyu, Kamis (18/6/2020) siang.
Baca juga: Jaga Ketahanan Pangan di Tengah Wabah, Lumbung Padi Desa Kembali Diaktifkan
Menurutnya, jika pandemi terjadi yang berujung terjadinya krisis seperti saat ini, maka ada beberapa aspek yang rentan terkena dampaknya.
Pertama, di sektor pekerjaan karena bakal muncul pengangguran karena kegiatan ekonomi dipaksa berhenti. Kedua, masalah ketersediaan pangan. Ketiga, ketahanan kesehatan.
Dia mengatakan, apabila ketiga aspek tersebut tak bisa dikelola, maka berpotensi dapat mempengaruhi kepada ketahanan dan kedaulatan negara secara keseluruhan.
"Karena itu semua elemen bangsa perlu bekerjasama secara serius melawan ancaman pandemi agar ketahanan nasional terjaga," katanya.
Ia mengatakan, jika pandemi diibaratkan dengan suasana perang, maka dibutuhkan peralatan tempur yang kuat untuk melawan.
Baca juga: Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jakarta Utara Akan Fokus Jaga Ketahanan Pangan
Menurutnya, salah satu peralatan tempur yang perlu diturunkan untuk melawan pandemi adalah cadangan pangan yang panjang.
Wamenhan mencatat, saat ini komoditas beras dalam negeri diprediksi hanya kuat untuk 69 hari.
"Bandingkan dengan India yang bisa setahun. Karena itu kami dari Kemhan sedang mengajukan satu model yang bisa meningkatkan ketahanan pangan nasional," terang dia.
Dalam model tersebut, sambung Wamenhan, strategi yang dipilih adalah membuat lahan khusus untuk ketahanan pangan nasional.
Baca juga: Komisi I DPR Bentuk Panja Corona, Fokus Isu Ketahanan Nasional
Berdasarkan kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan ada 16,6 juta hektar kawasan hutan non-hutan layak dikonversi menjadi lahan pertanian produktif. Sebagian besar lahan ada di Papua, disusul Kalimantan, dan Sumatera.
Pihaknya ingin mengoptimalkan lahan tersebut agar tidak menjadi opportunity loss bagi negara.
"Rasionalisasi kawasan hutan adalah faktor penting bagi kelestarian pengelolaan hutan dan menjadi enabler untuk pembangunan nasional," kata dia.
Dia berharap jika rencana pengadaan lahan pangan tersevut terealisasi, maka dapat menyumbang sekitar 20 persen bagi cadangan pangan nasional nantinya.
"Kita pastikan ini memang untuk ketahanan pangan, jadi kawasan yang dipilih tidak boleh berubah fungsi dari kawasan tanaman pangan yang akan kita kembangkan," tegas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.