Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Istana: Tak Mudah untuk Otoriter di Era Reformasi

Kompas.com - 16/06/2020, 13:30 WIB
Ihsanuddin,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral membantah tudingan YLBHI bahwa pemerintah menerapkan pola-pola otoritarianisme.

Ia menegaskan, di era saat ini tak mudah bagi pemerintah bersikap otoriter.

"Kita tahu sejak reformasi sulit pemerintah mana pun, presiden manapun, untuk berlaku otoritarianisme, karena diawasi DPR, diawasi LSM, diawasi ormas," kata Donny saat dihubungi, Selasa (16/6/2020).

"Jadi pengawasnya banyak. Jadi tidak mudah untuk otoriter," sambung dia.

Baca juga: Ternyata Pola Asuh Otoriter Masih Dibutuhkan, Ini Syaratnya

Donny bahkan menyebut, tiap warga negara bisa ikut mengawasi kinerja pemerintah.

Setiap warga negara juga bisa saja mengajukan kritik dan gugatan apabila ada kebijakan pemerintah yang dianggap keliru.

"Sekarang kita tahu bahwa Presiden itu selalu harus berhadapan dengan publik. Jadi pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang dirasakan tidak sesuai dengan publik, pasti akan digugat dan dikritik," kata dia.

Donny Gahral justru mempertanyakan argumen YLBHI yang bisa menyebut pemerintah Jokowi melakukan pola otoritarianisme.

"Pascareformasi, siapapun termasuk presiden Jokowi itu tidak mudah untuk berlaku otoriter. Bilamana ada persepsi otoriter, ya mesti harus dijelaskan, bagaimana dan mengapa bisa disebut sebagai otoriter," kata dia.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati sebelumnya mengatakan, ada tiga pola otoritarianisme yang masih dilakukan pemerintah di era reformasi.

Hal itu ia sampaikan dalam diskusi virtual bertajuk Mimbar Bebas Demokrasi Melawan Oligarki, Minggu (14/6/2020).

Baca juga: RUU Cipta Kerja Atur Pers, IJTI Khawatir Pemerintah Berlaku Otoriter

"Kalau kita simpulkan sebetulnya tanda-tanda otoritarianisme pemerintahan saat ini itu memiliki tiga pola," kata Asfinawati di kanal YouTube YLBHI.

Pertama, menurut Asfinawati, pemerintah masih saja menghambat kebebasan sipil dan politik seperti berkumpul, berpendapat, berekspresi, bahkan berkeyakinan.

Hal itu terlihat dengan adanya berbagai peretasan dalam berbagai diskusi yang cenderung menyudutkan pemerintah seperti terkait masalah Papua dan kritik terhadap pemerintah atas ketidaksigapan dalam menangani pandemi Covid-19.

"Pola kedua, pemerintah mengabaikan hukum yang berlaku yaitu konstitusi, TAP MPR, dan undang-undang dan yang ketiga memiliki watak yang represif dengan mengedepankan aparat keamanan dan melihat kritik sebagai ancaman," tutur Asfinawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Nasional
Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Gibran Dampingi Prabowo ke Bukber Golkar, Absen Saat Acara PAN dan Demokrat

Nasional
Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com