JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral membantah tudingan YLBHI bahwa pemerintah menerapkan pola-pola otoritarianisme.
Ia menegaskan, di era saat ini tak mudah bagi pemerintah bersikap otoriter.
"Kita tahu sejak reformasi sulit pemerintah mana pun, presiden manapun, untuk berlaku otoritarianisme, karena diawasi DPR, diawasi LSM, diawasi ormas," kata Donny saat dihubungi, Selasa (16/6/2020).
"Jadi pengawasnya banyak. Jadi tidak mudah untuk otoriter," sambung dia.
Baca juga: Ternyata Pola Asuh Otoriter Masih Dibutuhkan, Ini Syaratnya
Donny bahkan menyebut, tiap warga negara bisa ikut mengawasi kinerja pemerintah.
Setiap warga negara juga bisa saja mengajukan kritik dan gugatan apabila ada kebijakan pemerintah yang dianggap keliru.
"Sekarang kita tahu bahwa Presiden itu selalu harus berhadapan dengan publik. Jadi pada akhirnya kebijakan-kebijakan yang dirasakan tidak sesuai dengan publik, pasti akan digugat dan dikritik," kata dia.
Donny Gahral justru mempertanyakan argumen YLBHI yang bisa menyebut pemerintah Jokowi melakukan pola otoritarianisme.
"Pascareformasi, siapapun termasuk presiden Jokowi itu tidak mudah untuk berlaku otoriter. Bilamana ada persepsi otoriter, ya mesti harus dijelaskan, bagaimana dan mengapa bisa disebut sebagai otoriter," kata dia.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati sebelumnya mengatakan, ada tiga pola otoritarianisme yang masih dilakukan pemerintah di era reformasi.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi virtual bertajuk Mimbar Bebas Demokrasi Melawan Oligarki, Minggu (14/6/2020).
Baca juga: RUU Cipta Kerja Atur Pers, IJTI Khawatir Pemerintah Berlaku Otoriter
"Kalau kita simpulkan sebetulnya tanda-tanda otoritarianisme pemerintahan saat ini itu memiliki tiga pola," kata Asfinawati di kanal YouTube YLBHI.
Pertama, menurut Asfinawati, pemerintah masih saja menghambat kebebasan sipil dan politik seperti berkumpul, berpendapat, berekspresi, bahkan berkeyakinan.
Hal itu terlihat dengan adanya berbagai peretasan dalam berbagai diskusi yang cenderung menyudutkan pemerintah seperti terkait masalah Papua dan kritik terhadap pemerintah atas ketidaksigapan dalam menangani pandemi Covid-19.
"Pola kedua, pemerintah mengabaikan hukum yang berlaku yaitu konstitusi, TAP MPR, dan undang-undang dan yang ketiga memiliki watak yang represif dengan mengedepankan aparat keamanan dan melihat kritik sebagai ancaman," tutur Asfinawati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.