Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota Komisi IX: Covid-19 Masih Mengintai, New Normal Bukan Berarti Bebas Beraktivitas

Kompas.com - 10/06/2020, 11:02 WIB
Tsarina Maharani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, mengingatkan pemerintah bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir.

Penambahan kasus baru positif Covid-19 masih terjadi. Bahkan pada Selasa (9/6) kemarin, Indonesia mencatat penambahan 1.043 kasus dalam sehari.

"Badai pandemi masih terus mengintai kita," kata Netty dalam keterangan tertulis, Rabu (10/6/2020).

Ia pun menyoroti soal penerapan kebijakan new normal atau kenormalan baru yang disusun pemerintah.

Baca juga: Kementerian Desa Siapkan Protokol New Normal untuk Desa

Menurut Netty, kenormalan baru bukan berarti masyarakat dapat beraktivitas normal kembali seperti sebelum pandemi Covid-19 melanda Tanah Air.

"New normal tidak bisa dimaknai sebagai kebebasan kembali beraktivitas seperti sebelum pandemi terjadi," ujar Netty.

"Gunakan pendekatan saintifik dalam membuat kebijakan, jangan pakai perasaan. Pemerintah daerah juga harus melibatkan akademisi dan ahli jangan sekedar ikut kebijakan pemerintah pusat," kata dia.

Netty mengingatkan pemerintah agar menyiapkan perencanaan matang terkait penerapan kenormalan baru.

Baca juga: New Normal Tidak Ada dalam UU, Menko PMK Sebut Itu Masa Transisi

Dia berharap tidak ada 'badai' susulan Covid-19 akibat kenormalan baru. Ia tidak ingin kerja keras pemerintah pusat dan daerah, serta tenaga kesehatan dan masyarakat sia-sia.

"Perencanaan dan penahapan ini harus clear dan jelas dari pusat sampai daerah, terutama daerah yang masih menghadapi covid-19. Jangan sampai alih-alih new normal, justru kita menuai badai," tuturnya.

"Jangan sampai perjuangan keras pemerintah pusat dan daerah, dokter, tenaga kesehatan dan masyarakat selama ini berlalu dengan percuma dan sia-sia," kata Netty.

Mengenai penerapan kenormalan baru, Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, pemerintah daerah dapat membatalkan kenormalan baru apabila ditemukan penambahan kasus baru Covid-19 di wilayah masing-masing.

Baca juga: Sambut New Normal, Kemenhub Revisi Aturan Transportasi

Ia menyebutkan, pembatalan dapat dilakukan pemerintah kabupaten/kota dengan berkoordinasi dan berkonsultasi dengan pemerintah provinsi dan pusat.

"Jika dalam perkembangannya ditemukan kenaikan kasus, maka tim Gugus Tugas kabupaten atau kota bisa memutuskan melakukan pengetatan atau penutupan kembali setelah berkonsultasi dengan Gugus Tugas provinsi dan pusat," kata Doni dalam konferensi pers dari Graha BNPB, Jakarta, Senin (8/6/2020).

Doni meminta pemerintah daerah setempat tetap melaksanakan tes massal Covid-19 dengan pelacakan yang bersifat agresif, meski telah menerapkan kenormalan baru.

"Kabupaten atau kota yang berada di zona hijau dan kuning harus menyiapkan manajemen krisis, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi dengan tetap melakukan testing masif, tracing agresif, dan isolasi ketat untukk memutus mata rantai penularan Covid-19," ujar Doni.

Baca juga: 136 Daerah Masuk Zona Kuning, 92 Daerah Bertahan di Zona Hijau Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com