Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Kadin Sebut RUU Cipta Kerja Dibutuhkan untuk Pangkas Obesitas Regulasi

Kompas.com - 09/06/2020, 14:39 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslan mengatakan, saat ini banyak regulasi baik dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang mengatur tentang perizinan dan persyaratan investasi.

Sejumlah regulasi itu, lanjut dia, banyak dikeluhkan para investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.

"Kita tahu regulasi kita banyak, obesitas regulasi," kata Rosan dalam RDPU dengan Baleg terkait RUU Cipta Kerja secara virtual, Selasa (9/6/2020).

"Ada 8.000 peraturan pusat, peraturan menteri hampir 15.000, peraturan daerah hampir 16.000 regulasi, sehingga keluhan yang paling tinggi adalah harmoniasi regulasi pemerintah pusat dan daerah," ujar dia.

Baca juga: DPR Gelar RDPU Terkait RUU Cipta Kerja Bahas Kemudahan Investasi

Rosan mengatakan, RUU Cipta Kerja dibutuhkan untuk mempermudahan perizinan investasi dengan memangkas sejumlah regulasi.

"Ini kita lihat, regulasi kita cukup banyak harus dipangkas dan diselaraskan dengan keberadaan RUU Cipta Kerja. Jadi penting untuk kita melihat investasi dalam negeri dan luar negri masuk ke Indonesia," ujarnya.

Rosan menceritakan, bagaimana kisah batalnya Samsung berinvestasi di Indonesia.

Menurut dia, Samsung saat itu, sudah mengurus izin investasi di Indonesia. Namun, terkendala birokrasi yang cukup panjang.

Hal ini menyebabkan Samsung memutuskan untuk berinvestasi di Vietnam.

"Dulu itu Samsung mau investasi ke Indonesia, sudah dua tahun birokrasinya sulit, akhirnya mereka ke investasi ke Vietnam. Yang terjadi sekarang ekspornya Samsung dari Vietnam itu hampir 40 miliar," ucapnya.

Baca juga: YLBHI Nilai RUU Cipta Kerja Timbun Pelanggaran Prinsip Lingkungan Hidup

Lebih lanjut, Rosan mengatakan, Indonesia belum terlambat untuk melakukan reformasi regulasi terkait perizinan investasi.

Menurut dia, Indonesia dapat belajar dari negara-negara Asia Tenggara yang sudah terlebih dahulu melakukan reformasi regulasi seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand .

"Jadi, beberapa negara di ASEAN juga melakukan reformasi struktural, regulasi, yang memang kita juga lakukan sejak jauh-jauh hari ini," kata dia.

Baca juga: Lagi Reses, DPR Tetap Bahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja

Pembahasan RUU Cipta Kerja memang menuai polemik karena dianggap terlalu berpihak kepada pengusaha dan investor.

RUU Cipta Kerja dinilai membahayakan kepentingan lain seperti lingkungan, atau tidak berpihak kepada pekerja dan buruh.

Belakangan, pemerintah dan DPR menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan karena ancaman demonstrasi yang dilakukan buruh saat pandemi Covid-19.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com