JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK untuk menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Justru ketika KPK tak lakukan UU TPPU terhadap Nurhadi saat itu kita harus bertanya kenapa KPK tak menerapkan UU TPPU terhadap kasusnya Nurhadi," kata peneliti ICW Lola Ester dalam sebuah diskusi, Jumat (5/6/2020).
Lola berpendapat, UU TPPU semestinya dikenakan untuk semua kasus tindak pidana korupsi yang sedang ditangani KPK.
Baca juga: Bambang Widjojanto: Kasus Nurhadi Jadi Momen Bersih-bersih dan Bongkar Mafia Peradilan
Apalagi, KPK merupakan lembaga yang memelopori penerapan UU TPPU untuk memaksimalkan perampasan aset atau pengembalian kerugian negara dalam kasus korupsi.
"Jadi sesuatu hal yang wajar dan harus menurut saya dilakukan oleh KPK soal menjerat Nurhadi dengan TPPU," kata Lola.
Ia menambahkan, Nurhadi mempunyai aset yang lebih besar dari profil pendapatannya sebagai seorang Sekjen MA sehingga ia menduga kekayaan tersebut merupakan hasil dari sumber yang tidak sah.
"Orang ini diduga punya aset yang lebih besar dari kewajaran profil pendapatannya, dan itu sesuatu yang sudah diduga kuat tidak dari pendapatannya yang sah," kata Lola.
Baca juga: KPK Didesak Bongkar Jejak Pelarian Nurhadi
Pendapat serupa juga dikemukakan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar. Menurut Haris, KPK harus mengenakan pasal pencucian kepada Nurhadi dan menyita sejumlah aset milik Nurhadi.
Aset-aset tersebut antara lain tujuh tanah dan bangunan senilai ratusan miliar Rupiah, empat lahan kelapa sawit, delapan badan hukum, 12 mobil mewah senilai puluhan miliar Rupiah, dan 12 jam tangan mewah senilai puluhan miliar Rupiah.
"Sebenarnya ada lagi yang belum kita deteksi, akan tetapi ini sebetulnya sudah muncul ke permukaan. Artinya tinggal lakukan penyitaan pasca penetapan TPPU oleh NHD," kata Haris.
Baca juga: KPK Amankan Tiga Unit Kendaraan Saat Tangkap Nurhadi dan Menantunya
Ia menambahkan, aset-aset tersebut tidak diatasnamakan dengan nama Nurhadi melainkan juga menggunakan nama istri Nurhadi, Tin Zuraida, serta menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Diketahui, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.
Nurhadi dan Rezky yang sempat buron ditangkap KPK pada Senin (1/6/2020) lalu sedangkan Hiendra masih diburu KPK.
Baca juga: Penangkapan Nurhadi Dinilai Jadi Pintu Masuk Pemberantasan Mafia Peradilan
Dalam kasus tersebut, Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp 46 miliar.
Menurut KPK, ada tiga perkara yang menjadi sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Dalam perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.