JAKARTA, KOMPAS.com - Proses seleksi Direktur Utama Pengganti Antarwaktu TVRI atau Dirut PAW TVRI yang dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) TVRI dinilai tidak sah karena melanggar sejumlah peraturan dalam perundang-undangan.
Ketua Komite Penyelemat TVRI Agil Samal mengatakan, tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan, Dewas TVRI juga melanggar etika komunikasi dengan DPR RI selaku mitra kerja.
"Sikap (Dewas) ini dapat diartikan telah melecehkan lembaga legislasi yang selama ini menaungi dan memilih dewan pengawas," kata Agil dalam keterangan tertulis, Selasa (26/5/2020).
Baca juga: Profil Iman Brotoseno, Sutradara Film yang Jadi Dirut TVRI Gantikan Helmy Yahya
Agil menyampaikan, proses seleksi Dirut PAW TVRI menabrak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Menurut dia, proses seleksi Dirut PAW TVRI harus berdasarkan sistem merit dan rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2024 Tentang ASN.
"Proses ini telah melanggar UU Tentang ASN. Proses pengisian JPT ASN (jabatan pimpinan tinggi ) ASN setingkat direktur utama, pejabat eselon I, harus mengacu pada sistem merit dan menunggu rekomendasi Komisi ASN," ujar dia.
"Proses seleksi dirut PAW di TVRI menabrak semua aturan, di antaranya ketua pansel PJT eselon I dipimpin oleh pejabat eselon lll," kata dia.
Agil juga mengatakan, proses seleksi Dirut PAW TVRI melanggar Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD atau UU MD3.
Menurut dia, pada 11 Mei 2020, Komisi I meminta Dewas TVRI agar proses seleksi Dirut PAW TVRI dimulai dari proses awal.
Namun, Dewas TVRI tidak melaksanakan hasil keputusan rapat Komisi I tersebut.
"Kesimpulan rapat kerja komisi yang bersifat mengikat antara DPR dan Pemerintah wajib dilaksanakan oleh pemerintah,sebagaimana diatur dalam pasal 98 ayat 6 UU MD3," ucap dia.
Agil juga mempertanyakan alasan proses seleksi Dirut PAW TVRI berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, bukan pada UU ASN.
"Anehnya, mereka tetap jalankan Peraturan Pemerintah dalam hal ini PP 13/2005 dan mengabaikan Undang-Undang, justru dalam hierarki perundangan, UU justru mengalahkan PP yang notabene berada dibawah UU," kata Agil.
Baca juga: Dewas Tunjuk Iman Brotoseno Jadi Dirut TVRI
Lebih lanjut, Agil mengatakan, pada 11 Mei 2020, Komisi I DPR juga telah mengeluarkan rekomendasi untuk memberhentikan Ketua Dewas Arief Hidayat Thamrin dari jabatannya, sehingga apapun yang dilakukan Dewas seharusnya tidak sah.
"Ketua dewas sudah non-aktif per 11 Mei 2020, otomatis saat ini dewas tidak memiliki keabsahan apa-apa untuk melakukan tindakan yang strategis," kata dia.