Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada yang Janggal dari OTT KPK Kali Ini...

Kompas.com - 23/05/2020, 10:53 WIB
Sania Mashabi,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana melihat kejanggalan pada operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan penyidik KPK terhadap pejabat di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), beberapa waktu lalu.

Kejanggalan dilihat dari KPK yang pada akhirnya menyerahkan penanganan perkara tersebut ke instansi Polri.

"Hal ini cukup mengundang tanda tanya masyarakat," kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Jumat (22/5/2020).

Baca juga: OTT Pejabat UNJ, Nadiem: Jika Oknum Kemendikbud Terlibat, Kami Beri Sanksi

Sebab, sebelumnya pihak KPK mengatakan bahwa unsur penyelenggara negara diduga terlibat di dalam kasus tersebut.

Namun, seolah membantah pernyataannya sendiri, KPK kemudian memaparkan konstruksi perkara itu secara umum yang menyiratkan bahwa ada unsur penyelenggara negara di dalam kasus itu.

Salah satu poinnya adalah Rektor UNJ diduga berinisiatif memberikan tunjangan hari raya (THR) melalui Kepala Bagian Kepegawaian UNJ kepada pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Menurut Kurnia, berdasarkan Pasal 2 angka 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dijelaskan bahwa pimpinan perguruan tinggi negeri dikategorikan sebagai penyelenggara negara.

Baca juga: OTT di Lingkup Kemendikbud, KPK Periksa 7 Orang Termasuk Rektor UNJ

Terlebih lagi, dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi disebutkan, "Penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau membayar dapat dijerat dengan maksimal hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar".

Artinya, KPK tetap dapat menangani perkara tersebut karena menyangkut penyelenggara negara dan tidak mesti menyerahkan penanganan kasusnya ke Polri.

Apalagi, ditambah dengan dugaan kuat keterlibatan oknum pejabat Kemendikbud.

Baca juga: Penyerahan Kasus OTT Pejabat UNJ ke Polri Dikritik, Begini Respon KPK

"Atas dasar argumentasi itu, apa yang mendasari KPK memilih untuk tidak menangani perkara tersebut? Maka, sudah barang tentu KPK dapat mengusut lebih lanjut perkara ini," ucap Kurnia.

Justru KPK semestinya dapat memperdalam perkara itu. Misalnya ke arah apakah ada dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau pungutan liar yang dilakukan oleh pejabat dari UNJ atau tidak.

Termasuk apakah penyerahan uang THR itu apakah benar hanya inisiatif pihak UNJ semata atau jangan-jangan ada unsur pemaksaan dari oknum Kemendikbud.

Baca juga: KPK Tak Tutup Kemungkinan Ada Keterlibatan Penyelenggara Negara dalam Kasus OTT Pejabat UNJ

"Tentu dugaan ini akan semakin terang benderang ketika KPK dapat membongkar latar belakang pemberian uang kepada pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, penyidik KPK, Rabu (20/5/2020) sekitar pukul 11.00 WIB, menggelar OTT di lingkup Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com