JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat ada 16 kasus perampasan lahan masyarakat oleh oknum perusahaan yang melibatkan aparat keamanan.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Era Purnama Sari dalam konferensi pers yang digelar secara daring, Rabu (20/5/2020).
"Sejak 2 Maret-2 Mei 2020, YLBHI mencatat 16 kasus perampasan lahan masyarakat. Seluruhnya tersebar di delapan provinsi," ujar Era.
Baca juga: YLBHI Nilai RUU Cipta Kerja Timbun Pelanggaran Prinsip Lingkungan Hidup
Kedelapan provinsi yang dimaksud yakni Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah dan Papua.
Menurut Era, pencatatan ini difokuskan untuk melihat adanya kasus-kasus perampasan tanah yang terjadi selama pandemi Covid-19.
Adapun periode pencatatan data yang dipaparkannya dibatasi sejak 2 Maret hingga 2 Mei. Sebab, pihaknya ingin melihat pola perampasan lahan di masa awal pandemi Covid-19.
"Saat ini kasusnya masih bertambah dan tetap kami catat. Khusus yang kami paparkan hari ini terhitung sejak 2 Maret lalu," katanya.
Lebih lanjut Era mengungkapkan, tidak ada pola baru dalam perampasan lahan yang terjadi di masa pandemi ini.
Sektor-sektor yang terdampak pun masih seputar perkebunan, kehutanan, infrastruktur, pertambangan dan pariwisata.
Akibat perampasan tersebut, saat ini sedikitnya ada 70 keluarga yang telah kehilangan lahan dan lebih dari 900 keluarga akan kehilangan tanahnya dalam situasi pandemi saat ini.
"Ada 40 keluarga yang merupakan masyarakat adat Suku Anak Dalam di Jambi dan masyarakat adat di Minahasa terdampak. Selain itu ada korban meninggal dunia, misalnya yang terjadi du Sumatera Selatan," paparnya.
Merujuk pada penjelasan di atas, Era mengungkapkan ada sejumlah hak masyarakat yang dilanggar, antara lain hak atas lahan, hak atas kesehatan, hak hidup, hak atas pangan, hak atas pemulihan dan hak tempat tinggal.
Baca juga: Jika PSBB Dilonggarkan, YLBHI Ingatkan Pemerintah Potensi Langgar HAM
Era kemudian menggarisbawahi masa pandemi Covid-19 yang seolah menjadi momentum oknum perusahaan dalam mempercepat proses perampasan lahan masyarakat.
"Sebab kalau kita lihat kasus perampasan lahan ini, tak ada yang baru. Jadi sebenarnya ini adalah konflik-konflik lama yang ada dan masa pandemi dilihat sebagai peluang," ujarnya.
"Mengapa? Karena di saat ini gerak masyarakat terbatas, pemerintah sedang menerapkan pembatasan sosial dan pihak eksternal seperti media dan NGO saat ini memiliki keterbatasan untuk memberi support kepada masyarakat," tambah Era.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.