JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemidanaan narapidana koruptor masih lemah. Hal itu disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam rilis tren vonis pengadilan tindak pidana korupsi pada 2019.
Ia mengatakan sedianya keberhasilan pemidanaan korupsi bisa dilihat dari dua hal. Pertama dari jumlah pengembalian kerugian negara yang disebabkan kasus korupsi yang terjadi.
Kedua ialah melalui berat atau ringannya vonis yang diberikan hakim.
Ia memaparkan berdasarkan temuan ICW, total kerugian negara yang disebabkan oleh kasus korupsi pada 2019 sebesar Rp 12 triliun namun jumlah uang pengganti hanya Rp 748,1 miliar.
Baca juga: Surat Stafsus Milenial Jokowi yang Dinilai Berpotensi Korupsi...
"Sangat jauh sekali perbedaanya," ujar Kurnia dalam diskusi virtual yang diselenggarakan ICW, Minggu (19/4/2020).
Ia menambahkan, hal itu menunjukkan masih minimnya penggunaan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi terkait pengembalian kerugian negara.
Selain itu, ia menilai vonis yang dijatuhkan hakim kepada para narapidana koruptor juga tergolong ringan.
Ia memaparkan, sepanjang 2019, tercatat 842 terdakwa divonis ringan dengan persentase 82,2 persen.
"Angka ini cukup meningkat sebenarnya dibanding tahun sebelumnya yang hanya sekitar 79 persen. Tahun ini lebih banyak seluruh perkara yang divonis ringan. Jumlah terdakwa yang divonis 10 tahun sembilan orang. Persentasenta hanya 0,8 persen," lanjut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.