JAKARTA, KOMPAS.com - Frasa konflik kepentingan ramai dibicarakan publik beberapa hari terakhir setelah munculnya surat dari Staf Khusus Presiden, Andi Taufan Garuda, yang ditujukan ke camat se-Indonesia.
Surat Taufan tersebut dianggap sebagai bentuk konflik kepentingan karena dalam surat itu Taufan meminta para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) melawan wabah Covid-19 dilakukan oleh perusahaan pribadi Andi, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
Hal serupa juga terjadi pada Adamas Belva Syah Devara dengan perusahaannya, Skill Academy by Ruang Guru, yang menjadi mitra program Kartu Prakerja.
Lantas, apakah yang dimaksud dengan konlik kepentingan atau conflict of interest tersebut?
Baca juga: Penjelasan Istana soal Pemilihan Mitra Kartu Prakerja yang Dinilai Rawan Konflik Kepentingan
Dalam modul berjudul Pengelolaan Konflik Kepentingan yang diterbitkan KPK pada 2016 lalu, konflik kepentingan didefinisikan sebagai keadaan di mana kepentingan pribadi (private interests) berbenturan dengan tugas dan tanggung jawab resmi (formal duties/responsibilities).
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menjelaskan, konflik kepentingan dalam konteks pejabat publik dapat diartikan sebagai kegiatan oleh pejabat publik yang berpotensi mempengaruhi operasional atau pengambilan keputusan yang berdampak ke publik.
Pahala menuturkan, konflik kepentingan itu mempunyai dampak bagi sang pejabat publik itu sendiri.
Baca juga: Rawan Konflik Kepentingan, Ini Jawaban Pemerintah soal Mitra Penyedia Pelatihan Kartu Prakerja
Sebab, konflik kepentingan itu akan menyebabkan segala kebijakan yang diambil, baik benar atau salah, akan dipertanyakan publik.
"Yang paling rugi kredibilitas pejabat publik, keputusannya dipertanyakan banyak orang. Teorinya, kalau itu dipertanyakan, sudah setengah melemahkan kebijakan," ujar Pahala ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (16/4/2020).
Pahala menuturkan, konflik kepentingan itu juga membuat roda pemerintahan dapat berjalan secara tidak adil.
Ia mencontohkan seorang bupati berlatarbelakang pengusaha kontraktor yang memenangkan tender proyek.
Baca juga: Ingatkan soal Konflik Kepentingan, ICW: Dalih Stafsus Presiden Tak Benarkan Perbuatannya
Pahala mengatakan, proses tender itu cenderung akan menguntungkan perusahaan yang dimiliki oleh sang bupati.
"Bagaimana bisa bupati yang kontraktor kok enggak dikasih bantuan apapun, logis saja dia dimenangkan, kalau dia enggak dimenangkan, yang lain segan. Lingkungannya jadi terintimidasi karena tahu bupati itu kontraktor," kata Pahala.
Dalam modul yang diterbitkan KPK, terdapat dua hal yang dapat membuat konflik kepentingan menjadi masalah dan tak etis yakni, mempengaruhi kepentingan publik untuk kepentingan pribadi serta mempengaruhi pengambilan keputusan yang bertujuan meluluskan kepentingan pribadi.
Baca juga: Surati Camat, Stafsus Jokowi Dinilai Melanggar UU Administrasi Pemerintahan
Mundur Di Awal