JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menyatakan negara tetap berkewajiban memenuhi hak pekerja migran Indonesia di Malaysia kendati saat ini terjadi pandemi Covid-19 atau virus corona di dalam negeri.
"Kita memahami kesulitannya, tetapi kan tetap ada kewajiban negara yang tidak gugur dalam situasi seperti itu, justru kan mendesak," ujar Anis ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (7/4/2020).
Anis mengatakan pemenuhan hak pekerja migran tersebut adalah dengan memberikan bantuan layanan kesehatan hingga fasilitas layanan kebutuhan pokok.
Baca juga: 37.222 Pekerja Migran di Malaysia Tercatat Pulang secara Mandiri ke Indonesia
Anis mengatakan banyak di antara pekerja migran di Malaysia yang butuh pertolongan.
Pasalnya, mereka sekadar untuk makan sahari-hari pun kesulitan.
Anis mengaku hampir tiap hari ia mendapat laporan bagaimana kesulitan yang dialami pekerja migran di tengah masa lockdown di Malaysia.
"Saya sendiri kan setiap hari dapat whatsapp dari teman-teman, bagaimana situasi sulit mereka sahari-hari, gitu. Jadi masih banyak yang minjam uang ke teman, sekarang yang dipinjami juga menipis," katanya.
Anis mengungkapkan, KBRI di Kuala Lumpur sebelumnya sempat membuat survei yang diperuntukan bagi WNI yang berada di Negeri Jiran.
Survei itu bertujuan untuk memberikan bantuan di saat Pemerintah Malaysia memberlakukan lockdown.
Namun demikian, setelah survei tersebut selesai, justru bantuan tak kunjung diterima para pekerja migran.
Ia pun meminta perwakilan RI di Malaysia untuk lebih proaktif dengan membuka akses bantuan.
"Jadi bagaiamana seproaktif mungkin membangun mekanisme yang lentur, fleksibel, yang sensitif, jangan sampai ada yang kelaparan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, nasib naas dialami sejumlah pekerja migran ilegal asal Indonesia di tengah kebijakan lockdown yang dilakukan Pemerintah Malaysia akibat pandemi Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan salah seorang pekerja migran resmi yang bekerja di sebuah pertambangan batu di Sarawak, Malaysia, Mujianto.
Pria asal Blitar, Jawa Timur, itu menceritakan nasib pilu yang dialami migran ilegal di Malaysia.