Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Segera Rumuskan Perppu untuk Tunda Hari Pencoblosan Pilkada 2020

Kompas.com - 26/03/2020, 13:58 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mendorong pemerintah untuk segera merumuskan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Menurut Feri, Perppu ini diperlukan untuk menunda hari pemungutan suara Pilkada yang dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 dijadwalkan diselenggarakan pada 23 September 2020.

Penundaan hari pencoblosan sendiri dinilai penting mengingat wabah Covid-19 terus meluas belakangan ini.

"Demi proses penyelenggaraan Pilkasa ini bisa berlanjut mestinya sudah dikeluarkan Perppu," kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (26/3/2020).

Baca juga: KPU Susun Opsi Kemungkinan Penundaan Pemungutan Suara Pilkada 2020

Beberapa waktu lalu, KPU telah mengeluarkan surat keputusan penundaan empat tahapan Pilkada. Namun demikian, tahap pemungutan suara tidak ikut ditunda.

Menurut Feri, sudah semestinya hari pencoblosan Pilkada dijadwalkan ulang, lantaran penundaan beberapa tahapan sebelum pencoblosan akan berdampak pada hari pencoblosan itu sendiri.

Jika tak segera disikapi, kata Feri, proses tahapan Pilkada akan terus berlanjut dan justru berpotensi merugikan banyak pihak.

Baca juga: Tahapan Pilkada 2020 Ditunda, Pemerintah Buka Opsi Keluarkan Perppu

Misalnya, saat tahap kampanye dimulai, calon kepala daerah akan kesulitan melakukan kampanye. Sebab jika wabah corona belum berakhir, kegiatan mengumpulkan massa tidak diperbolehkan.

Atau mungkin, pada saat hari pemungutan suara pemilih enggan datang memberikan suaranya karena bisa jadi wabah belum benar-benar hilang.

"Karena ini kan dampaknya luas, bagi penyelenggara pemilu kan mereka harus bergerak dari sekarang," ujar Feri.

Feri mengatakan, ketimbang revisi undang-undang, Perppu lebih ia sarankan.

Baca juga: Perludem: Penundaan Empat Tahapan Berpotensi Mundurkan Pilkada 2020

Sebab, sebagaimana bunyi putusan MK, salah satu dari tiga syarat pembentukan Perppu adalah apabila tidak memungkinkan dilakukan pembentukan revisi undang-undang atau aturan hukum baru karena suatu kondisi yang luar biasa.

Dalam hal terjadinya wabah corona, revisi undang-undang menjadi sulit dilakukan.

"Jadi kalau dibuat UU tentu DPR rapat, reses aja ditunda karena akan berkumpul orang banyak. Sehingga kemudian metode biasa tidak dapat digunakan maka kemudian dilakukan dengan Perppu," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.

Baca juga: Perludem Sarankan KPU Undur Hari Pemungutan Suara Pilkada 2020

Diberitakan sebelumnya, merespons perkembangan virus corona, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya mengeluarkan surat keputusan penundaan tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com