Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keberatan Dipecat DKPP, Komisioner KPU Evi Novida Minta Perlindungan Hukum ke Jokowi

Kompas.com - 24/03/2020, 13:18 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik mengadukan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pemecatan dirinya sebagai komisioner KPU kepada Presiden Joko Widodo.

Kepada Jokowi, Evi meminta perlindungan hukum serta penundaan pelaksanaan putusan tersebut.

Sebagaimana diketahui, dalam putusan DKPP, Presiden diminta menindaklanjuti putusan pemecatan Evi, paling lambat tujuh hari sejak putusan dibacakan.

Baca juga: DKPP: Rapat Pleno Putusan Sanksi Pemecatan Komisioner KPU Evi Novida Penuhi Kuorum

"Hari Senin 23 Maret 2020 saya telah mengirimkan surat kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo perihal memohon perlindungan hukum dan menunda penerbitan Keppres tindak lanjut dari Putusan DKPP Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020," kata Evi melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (24/3/2020).

Evi mengatakan, dirinya telah menyampaikan ke Jokowi bahwa putusan DKPP itu sedang dalam upaya administrasi keberatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014.

Pengajuan upaya administratif keberatan ini sebagai langkah awal dirinya untuk menempuh upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Selain itu, Evi juga mengaku telah menginformasikan ke Jokowi bahwa dirinya melaporkan perkara ini ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI).

Ia menyebut bahwa terdapat tindakan maladministrasi dalam Putusan DKPP.

"Di mana saya meminta agar ORI menerbitkan rekomendasi kepada presiden untuk tidak melaksanakan putusan DKPP," ujar Evi.

Baca juga: Pembelaan KPU atas Sanksi DKPP yang Pecat Komisioner Evi Novida...

Evi menyebut bahwa permintaan penundaan pelaksanaan putusan DKPP ini didasari pada lima hal.

Pertama, pengadu pelanggaran kode etik, yaitu calon anggota legislatif Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc, sudah mencabut pengaduannya. Oleh karena itu, pengaduan dinilai gugur dan batal demi hukum.

Akibat pencabutan pengaduan dan tidak hadirnya pengadu dalam sidang pemeriksaan DKPP, menurut Evi, seharusnya dapat diartikan bahwa proses pembuktian pada sidang pemeriksaan menjadi tidak sempurna dan cacat hukum.

Evi juga menyebut, tindakan DKPP memeriksa dan memutus pengaduan pelanggaran kode etik yang sudah dicabut dan lengadunya tidak hadir dalam sidang pemeriksaan merupakan bukti bahwa DKPP melanggar Pasal 159 Ayat (3) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, yang mengatur DKPP wajib bersikap pasif dan tidak memanfaatkan kasus yang timbul untuk popularitas pribadi.

Dalam putusan ini, DKPP juga dinilai telah melampaui kewenangan karena mengadili perbedaan penafsiran pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebab, seperti diketahui, perkara pelanggaran kode etik ini berkaitan dengan putusan MK terkait perselisihan hasil pemilu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com