Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Dekat Akil Mochtar Divonis 4,5 Tahun Penjara, Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

Kompas.com - 12/03/2020, 16:40 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Orang dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Muchtar Effendi, divonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/3/2020).

Muchtar merupakan terdakwa dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia diduga menyamarkan harta yang diperoleh dalam kasus korupsi yang melibatkan Akil Mochtar.

"Menyatakan terdakwa Muchtar Effendi secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana gabungan korupsi dan pencucian uang secara bersama-sama," kata Hakim Ketua Ni Made Sudani dalam sidang putusan, Kamis (12/3/2020).

Baca juga: KPK Tetapkan Muchtar Effendi Tersangka Pencucian Uang

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 8 tahun penjara serta denda Rp 450 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Hakim menilai, Muchtar bersama Akil terbukti menerima suap senilai Rp16,42 miliar dan 316.700 Dollar AS dari mantan Wali Kota Palembang Romi Herton terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang.

Selain itu, Muchtar juga terbukti menerima uang senilai Rp 10 miliar dan 500.000 Dollar AS dari mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.

Baca juga: Muchtar Effendi Mengaku Bisnisnya Dimodali Akil Mochtar

Dalam pertimbangan hakim, hal yang meringankan bagi Muchtar adalah bersikap sopan selama persidangan serta mempunyai tanggungan keluarga.

Sedangkan, hal yang memberatkan adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Hakim menilai Muchtar terbukti melanggar pasal 12 huruf c undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP pidana Jo pasal 65 ayat 1 KUHP pidana sebagaimana dalam dakwaan ke-1 pertama.

Kemudian Muchtar juga dianggap melanggar Pasal 3 undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang contoh pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP pidana contoh pasal 65 ayat 1 KUHP pidana sebagaimana dalam dakwaan ke-2.

Baca juga: Panitera MK Diperiksa KPK soal Kasus Pencucian Uang Muchtar Effendi

Atas vonis tersebut Muchtar mengaku akan pikir-pikir sedangkan jaksa KPK akan mengajukan banding.

Sebelumnya, Muchtar sudah divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim pada tahun 2015 silam.

Saat itu, majelis hakim menganggap Muctar terbukti memberikan kesaksian palsu dan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang Akil.

Baca juga: KPK Tetapkan Muchtar Effendi sebagai Tersangka Dugaan Suap Sengketa Pilkada di MK

Adapun Akil Mochtar diketahui divonis seumur hidup setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasinya.

Permohonan kasasi ditolak antara lain dengan pertimbangan bahwa Akil Mochtar adalah seorang hakim MK yang seharusnya merupakan negarawan sejati dan steril dari perbuatan tindak pidana korupsi.

Akil Mochtar divonis seumur hidup dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa Pilkada di MK dan tindak pidana pencucian uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Mempengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Mempengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Jokowi Minta Kepala BNPB Cek Masyarakat Sulbar yang Belum Dapat Bantuan Pascagempa

Jokowi Minta Kepala BNPB Cek Masyarakat Sulbar yang Belum Dapat Bantuan Pascagempa

Nasional
Jokowi Beri Isyarat Perpanjang Masa Jabatan Pj Gubernur Sulbar Zudan Arif

Jokowi Beri Isyarat Perpanjang Masa Jabatan Pj Gubernur Sulbar Zudan Arif

Nasional
Jokowi Janji Bakal Bangun Asrama dan Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas

Jokowi Janji Bakal Bangun Asrama dan Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas

Nasional
Prabowo-Gibran Bersiap Kembangkan Koalisi Pasca-putusan MK

Prabowo-Gibran Bersiap Kembangkan Koalisi Pasca-putusan MK

Nasional
Dirut Pertamina Paparkan Bisnis Terintegrasi yang Berkelanjutan di Hannover Messe 2024

Dirut Pertamina Paparkan Bisnis Terintegrasi yang Berkelanjutan di Hannover Messe 2024

Nasional
KPK Nyatakan Siap Hadapi Gugatan Gus Muhdlor

KPK Nyatakan Siap Hadapi Gugatan Gus Muhdlor

Nasional
“Dissenting Opinion”, Hakim MK Arief Hidayat Usul Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

“Dissenting Opinion”, Hakim MK Arief Hidayat Usul Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com