Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PPP: Target Penyelesaian 100 Hari RUU CIpta Kerja Bukan Harga Mati

Kompas.com - 12/03/2020, 15:23 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Target 100 hari dari Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja disebut bukan harga mati.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, target 100 hari itu mulanya ditentukan Jokowi karena dianggap sebagai waktu ideal. Namun, Jokowi juga meminta agar aspirasi publik tidak dipinggirkan.

"Itu juga bukan harga mati gitu. Yang penting ini dibahas, ruang konsultasi publiknya silakan dibuka," kata Arsul di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/3/2020).

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Serikat Pekerja Ancam Mogok Kerja Nasional

Menurutnya, Jokowi tidak hanya mendorong DPR yang menampung aspirasi masyarakat.

Arsul mengatakan Jokowi juga meminta tim pemerintah membuka ruang konsultasi publik.

"Pak Jokowi juga menekankan itu semuanya paralel. Tidak hanya DPR saja, tapi juga tim pemerintah. Seperti RDPU lah," tuturnya.

Wakil Ketua MPR itu mengatakan Jokowi memahami berbagai penolakan publik terhadap RUU Cipta Kerja.

Jokowi, lanjut Arsul, melihat penolakan besar diarahkan pada klaster ketenagakerjaan dan perizinan yang berkaitan dengan lingkungan.

"Kesan saya dia mengetahui ada resistansi dari elemen masyarakat terhadap RUU Cipta Kerja. Kami juga memahami bahwa resistensi paling besar ada pada klaster ketenagakerjaan. Kemudian kritik terhadap hal perizinan, khususnya subklaster terkait lingkungan. Itu beliau terangkan semua," ujarnya.

RUU Cipta Kerja mendapat penolakan dari sejumlah kalangan bahkan sebelum RUU tersebut dibahas. Pemerintah sudah menyerahkan draf dan surat presiden RUU Cipta Kerja ke DPR, Rabu (12/2/2012). 

Penolakan datang khususnya dari para pekerja, didukung pandangan pengamat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Mereka menilai RUU Cipta Kerja mengenyampingkan kepentingan buruh dan mengutamakan kepentingan pengusaha atau pemilik modal.

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura mengatakan, omnibus law RUU Cipta Kerja hanya menitikberatkan pada kepentingan ekonomi.

Menurut Charles, tidak ada pertimbangan keadilan dan kesejahteraan sosial dalam rancangan undang-undang tersebut.

Baca juga: Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Singgung Dukungan ke Jokowi saat Pilpres

"Ketika kita melihat bagian penjelasannya sangat ekonomisentris, bukan kesejahteraan. Jadi hanya bicara pertumbuhan ekonomi tanpa bicara keadilan sosial dan kesejahteraan," kata Charles di Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Ia menilai, kemudahan dalam aspek ekonomi yang diatur dalam RUU Cipta Kerja diberikan kepada pengusaha atau pemilik modal. Sementara kepentingan masyarakat justru terpinggirkan.

"Kemudahannya bukan bagi warga negara yang minim akses terhadap sumber daya alam atau sumber daya ekonomi. Kemudahan diberikan justru kepada pemilik modal, kepada asing, dalam rangka mengundang investor lebih banyak. Jadi bukan kita mudah mencari kerja," tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak 'Up to Date'

Beda Sikap soal Hak Angket Pemilu: PKB Harap Berlanjut, PKS Menunggu, Nasdem Bilang Tak "Up to Date"

Nasional
Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Bima Arya Ditunjuk PAN Jadi Kandidat untuk Pilkada Jabar 2024

Nasional
Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Guru Besar UI: Ironis jika PDI-P Gabung ke Kubu Prabowo Usai Putusan MK

Nasional
Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Tak Anggap Prabowo Musuh, Anies Siap Diskusi Bareng

Nasional
Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Bersama Pertamax Turbo, Sean Gelael Juarai FIA WEC 2024

Nasional
Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Tanggapi Putusan MK, KSP: Bansos Jokowi Tidak Memengaruhi Pemilih Memilih 02

Nasional
Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Peringati Hari Buku Sedunia, Fahira Idris: Ketersediaan Buku Harus Jadi Prioritas Nasional

Nasional
KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

KPK Terima Pengembalian Rp 500 Juta dari Tersangka Korupsi APD Covid-19

Nasional
Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Megawati Diyakini Tak Goyah, PDI-P Diprediksi Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Digugat ke Pengadilan, Bareskrim: Penetapan Tersangka Kasus TPPU Panji Gumilang Sesuai Fakta

Nasional
Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Soal Peluang PDI-P Gabung Koalisi Prabowo, Guru Besar UI: Megawati Tegak, Puan Sejuk

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com