JAKARTA, KOMPAS.com - Saksi Ahli 2 dalam sidang gugatan penutupan akses internet di Papua dan Papua Barat saat terjadi konflik Agustus 2019 lalu menilai, penggunaan kewenangan pemerintah memutus akses internet sangat mungkin terjadi penyalahgunaan.
Hal ini disampaikan Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Oce Madril saat didapuk menjadi saksi ahli 2 dalam sidang yang digelar di PTUN, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (11/3/2020).
Hal tersebut disampaikan Oce menjawab pertanyaan tentang dampak yang terjadi saat pemerintah melakukan pembatasan sepihak.
Oce menjelaskan, dalam konteks Pasal 40 Ayat 2b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, kata dia, obyek yang boleh diputus adalah muatan yang melanggar hukum.
"Akan menjadi pertanyaan, bagaimana konten muatan yang melanggar hukum itu. Jika tidak ada mekanisme yang memastikan, maka penggunaan kewenangan pemerintah memutus akses sangat mungkin terjadi penyalahgunaan," ujar Oce.
Baca juga: Sidang Gugatan Terkait Akses Internet Papua, Hakim Tanya soal Definisi Pelanggaran HAM
Ia mengatakan, pemerintah bisa saja menilai sendiri mana konten yang melanggar hukum dan tidak.
Namun, hal tersebut akan menjadi sangat subyektif karena hanya berdasarkan penilaian pemerintah saja.
"Kewenangan pemerintah bisa dibatasi di wilayah. Muatan yang melanggar hukum memiliki konsekuensi serius karena harus ada mekanisme akuntabel yang perlu dilalui atau tidak," ujar dia.
Oce Madril dihadirkan pihak penggugat yaitu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan SAFEnet dengan kuasa hukum LBH Pers, YLBHI, Kontras, ICJR, dan Elsam.
Adapun mereka yang tergugat adalah pemerintah, yakni Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) serta Menteri Komunikasi dan Informatika.
Gugatan perkara tersebut tercatat sebagai perkara nomor 230/G/2019/PTUN-JKT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.