Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski MK Bisa Ubah Tafsir, Parpol Diharap Patuhi Putusan Pemilu Serentak

Kompas.com - 11/03/2020, 12:28 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini merespons pernyataan partai politik yang tak sepakat pilpres digelar serentak dengan pileg sebagaimana bunyi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Salah satu partai yang menolak pilpres dan pileg digelar pileg adalah Partai Amanat Nasional.

Menurut Titi Anggraini, MK bisa saja mengubah tafsirnya soal keserentakan pemilu, tetapi, harus ada argumen yang kuat untuk mengubah tafsir itu.

"Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 menyebutkan, MK bisa saja mengubah pendiriannya soal pemilu serentak, asalkan ada argumentasi yang lebih kuat," kata Titi kepada Kompas.com, Rabu (11/3/2020).

Baca juga: Merespons Penolakan, MK Sebut Legislatif Harusnya Patuhi Putusan Pemilu Serentak

Titi mengatakan, pada perkara pengujian pasal keserentakan pemilu, Majelis Hakim tidak membatalkan pasal apa pun.

Pasal 167 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tetap berlaku.

Hanya saja, MK menafsirkan bahwa pemilu serentak yang menguatkan sistem presidensial ialah yang menggabungkan pemilihan presiden dan wakil presiden dengan pemilihan anggota DPR dan DPD.

Untuk mengubah fasir itu, harus ada argumen kuat dari aspek konstitusionalitas, empirik, maupun sosial.

Baca juga: Pilpres-Pileg Diputuskan Serentak, Pusako: Pemilu Harus Nyaman untuk Semua

Bahwa selain yang ditafisrkan oleh MK, ada pilihan lain yang lebih mampu memperkuat sistem presidensial, bisa membuat pemilu terselenggara lebih efektif dan efisien, serta memungkinkan pemilih memilih secara cerdas.

"Jadi kalau PAN mampu memenuhi argumen-argumen itu, PAN bisa mengujinya lagi di MK. Sehingga penolakan atas desain yang diputuskan MK bisa beralasan dan bukan sekedar karena alasan pragmatisme elektoral," ujar Titi.

Dia melanjutkan, jika PAN ingin mengubah konstitusi sebagai dasar desain pemilu, tentu harus ada alasan filosofis, sosiologis, dan yuridis yang memadai.

Meski begitu, Titi menyebutkan, seharusnya seluruh pihak dapat menghormati putusan MK tentang keserentakan pemilu dan tidak melakukan tindakan yang bisa dimaknai sebagai penolakan atas putusan tersebut.

Seharusnya, pembuat undang-undang menindaklanjuti putusan itu dengan membangun desain sistem, manajemen, kelembagaan, dan penegakan hukum yang benar-benar demokratis sehingga pemilu menjadi bebas, adil, dan setara.

"Mestinya semua pihak menghormari dan melaksanakan putusan itu dengan konsisten," ujar Titi.

"Apalagi bila keinginan mengubah pola keserentakan yang disampaikan Ketum PAN itu juga cenderung belum dilandasi argumen konstitusionalitas yang kuat," tuturnya.

Baca juga: Pilpres-Pileg Diputuskan Serentak, Perludem Minta DPR Segera Bahas Revisi UU Pemilu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com